Berbakti bukan sifat yang muncul begitu saja tanpa pengajaran yang tulus dari orang tua kepada anak. Sebelum memvonis anak durhaka, coba periksa diri sendiri apakah orang tua durhaka hingga berbuat dosa terhadap anak?
Rasulullah SAW bersabda pada hadits tentang orang tua yang menelantarkan anaknya,
“seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya,” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i).
Orang tua tidak boleh memperlakukan anak seenaknya, begitu pula sebaliknya. Menjadi orang tua adalah petualangan seumur hidup. Segala kebutuhan anak mulai dari akidah, kasih sayang, spiritual, makanan, pendidikan, dan lain segalanya adalah kewajiban orang tua terhadap anaknya.
Daftar Isi
10 Dosa Orang Tua Terhadap Anak
Inilah 10 dosa orang tua terhadap anak yang dapat memengaruhi tumbuh kembang secara fisik dan kejiwaan yang dikutip dari ceramah Syekh Ali Jaber:
-
Suka mencaci-maki
Marah adalah salah satu emosi dasar manusia, sama seperti halnya senang, jijik, sedih, atau cemas. Emosi marah barangkali tidak terhindarkan, namun sebagai manusia yang memiliki akal diberi kemampuan untuk mengontrol hawa nafsu.
Melansir dari Psychology Today, seseorang yang mudah tersulut kemarahan dapat merusak hubungan hingga kesehatan fisik dalam jangka panjang. Jika orang tua sedang emosi, maka jauhkan diri dari anak. Hal tersebut dapat membuat kerenggangan hubungan anak dan orang tua.
Jangan jadikan anak korban akibat pelampiasan emosi yang tidak terkontrol. Kurang dari lima detik mengeluarkan kata-kata kasar, namun efeknya bisa seumur hidup.
-
Menghina Anak
Menghina anak di depan kenalannya juga merupakan dosa orang tua terhadap buah hatinya. Mungkin orang tua berniat agar anak merasa kapok untuk tidak berbuat salah, tapi itu hal yang keliru. Anak akan merasa minder dan menahan malu sebisa mungkin.
baca juga: 4 pesan abadi syekh ali jaber untuk sedekah subuh
Syekh Ali Jaber menyelipkan sebuah contoh yang merupakan hasil observasi dari sekitarnya,
“Contoh, pas jemput anak ke sekolah. Malah ada yang pernah berkata saking menghina anaknya, ‘saya heran bagaimana punya anak seperti kamu?’ apalagi di depan orang, di depan kawan-kawan,”
Anak bisa saat itu tidak menangis di depan orang tua, tapi ia sudah mati rasa. Akhirnya menjadi hati kecil, lalu orang tua susah membina anak untuk menjadi anak sholeh atau sholehah karena hatinya sudah hancur terlebih dahulu.
“Itulah yang namanya durhaka orang tua kepada anak. Sebelum anak durhaka kepada orang tua,” ujarnya.
Untuk para orang tua, kalau ada sebuah perilaku yang tidak bisa kita terima, kita bisa nasihat tidak di depan orang.
Perbedaan nasihat dan fadhihah
Ada perbedaan tipis antara nasihat dan fadhihah. Nasihat adalah mengingatkan dengan cara yang baik. Tetapi fadhihah adalah membukakan aibnya di hadapan orang.
-
Membandingkan Anak dengan Orang Lain
Di dalam lubuk hati para orang tua, mungkin sudah tahu bahwa membandingkan anak dengan orang lain akan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Perbandingan akan membuat anak kecil hati. Selain itu, anak bisa jadi benci dengan orang tersebut, sehingga akan selalu berlawanan.
Situasi akan semakin gawat saat anak dibandingkan dengan saudara kandungnya sendiri.
“Di mana ketemu kalau diajak main enggak mau karena orang tua selalu membandingkan, apalagi kalau anak punya adik-adik yang lain,”
Syekh Ali Jaber menjabarkan orang tua sebagai orang dewasa kalau ada yang membandingkan dengan orang lain pasti orang tua tersinggung. Begitupun anak Anda.
-
Mencintai dengan Syarat
Cinta orang tua kepada anak harus tulus sepanjang hayat, bukan cinta dengan syarat. Cinta dengan syarat akan menanamkan kepada anak bahwa dirinya harus memenuhi syarat ideal untuk disayang oleh orang tuanya. Seolah-olah, cinta yang orang tua tunjukkan kepadanya tidaklah ikhlas.
Syekh Ali Jaber menjabarkan contoh sebagai berikut,
“Aku cinta kamu, tapi syaratnya begini. Jadi, seolah-olah dia tunjukkan pada anak kita kalau cintanya enggak ikhlas. Contoh, aku cinta kalau kamu ngaji, dan lain-lain. Kalau mau cinta ya cinta, cinta yang normal, enggak usah pakai syarat-syaratan. Kalau kita tidak menunjukkan rasa cinta kepada orang lain, maka ia akan berlari ke orang lain,”
Mungkin anak hanya diam karena ia belum mampu menyampaikan perasaannya. Meskipun begitu, orang tua harus bisa peka karena anak menyampaikan perasaan dari tindakan dan perilakunya. Begitu dia melihat seorang yang memberikan perhatian dan kasih sayang, biarpun orang itu bukan keluarganya, ia akan ke sana. Hal ini terjadi karena ia seperti kehilangan rasa sayang di rumahnya.
Saat mengajarkan anak, pupuklah dengan ketulusan. Dengan begitu, ia juga menyukai apa yang orang tua ajarkan kepadanya tentang kebaikan.
-
Menyampaikan Informasi yang Salah
Menyampaikan informasi yang salah juga termasuk dosa orang tua terhadap anak. Anak itu adalah peniru ulung dan seperti sponge. Orang tua mesti memilah informasi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak.
Contohnya yaitu informasi bahwa laki-laki tidak boleh menangis atau saat anak menangis, orang tua seketika menyentak dengan ucapan ‘jangan cengeng!’
Padahal, siapapun bisa menangis saat merasa sedih, terharu, dan emosi lainnya. Penelitian dari Harvard Medical School menyatakan menangis sebagai mekanisme untuk melepaskan stress dan rasa sakit emosional. Lalu, menangis juga menguatkan ikatan batin antara keluarga.
Penelitian menemukan bahwa saat perasaan sulit terlalu disimpan di dalam diri, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Tubuh akan terasa kurang tangguh, penyakit kardiovaskular, hipertensi, hingga kesehatan mental yang menurun, seperti stres, depresi, dan kecemasan.
“Laki-laki tidak boleh nangis, siapa yang bilang? Bapak-bapak nangis kan? Berarti boleh laki-laki nangis. Biarin dia nangis. Itu mengakibatkan sakit jiwa karena setiap mau nangis ia tahan. Itu akibat informasi (pengetahuan) yang salah. Akhirnya ia tahan-tahan, jadi beban, lama-lama sakit jiwa. Jangan dianggap sepele,” ujar Syekh Ali Jaber pada ceramahnya.
-
Selalu Memberi Ancaman
Alangkah lebih baik orang tua tidak memberikan ancaman kepada anak agar manut. Dari sisi psikologi sampai jiwa, anak mampu menguasai tujuh bahasa di masa emas usia 2-7 tahun. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan yang luar biasa.
-
Melarang Tanpa Sebab
Hindari mematikan nalar kritis anak saat bertanya. Saat orang tua melarang, cobalah untuk menjelaskan sebab dan akibatnya. Dengan demikian, anak jadi belajar konsekuensi.
“Kalau anda mau larang tolong jelaskan sebabnya. Contohnya enggak boleh nonton TV sampai malam karena nanti mengganggu matamu,” tuturnya.
Contoh lainnya yaitu adab menghabiskan makanan. Saat makan, habiskan karena terdapat berkah yang tidak diketahui di bagian mana berkah tersebut berasal.
Hadist dalam makanan ada keberkahan
Hadits riwayat Imam Muslim mengatakan:
إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِى أَيِّهِ الْبَرَكَةُ
Artinya: “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di bagian mana dari makanan kalian terdapat berkah.”
Banyak hal yang perlu kita perbaiki, bukan hanya doa mengharapkan anak sholeh sholehah, tapi harus ada contoh yang baik.
-
Menghancurkan Perasaan atau Kepercayaan Diri Anak
Berhati-hatilah ketika berkata. Rasulullah shallallahu alaihi wa salam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari bersabda bahwa, keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (Hadist riwayat Bukhari)
Mengatakan kalimat buruk kepada anak dapat menyebabkan kepercayaan dirinya runtuh. Efeknya pun bisa bertahan hingga ia dewasa. Ia merasa tidak dicintai, tidak mengetahui harga dirinya, minder, hingga menarik diri dari lingkungan sosial.
-
Mendoakan yang buruk
Dosa orang tua terhadap anak selanjutnya yaitu mendoakan hal buruk kepada anak. Saat sakit hati, lebih baik diam untuk menahan diri dari mendoakan yang buruk.
baca juga: 11 AYAT DAN HADITS BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Rasulullah SAW melarang orang tua mendoakan anaknya buruk. Kalau Allah kabulkan, maka bisa menyesal. Penyesalan datang di akhir, kalau di depan namanya pendaftaran.
-
Suka membongkar aib anak di hadapan orang lain
Adakalanya orang dewasa ingin merasa hadir saat kumpul bersama. Supaya terasa asik, terlontarlah obrolan dengan perkataan yang sesungguhnya itu aib, seperti orang tua membongkar aib anak di hadapan orang lain. Seperti manusia pada umumnya, anak memiliki perasaan dan akal untuk memproses lawakan yang benaran lucu atau mengolok-olok.
Ada banyak bahan obrolan lain untuk membesarkan hati anak, jangan mengumbar aibnya yang masih dapat diperbaiki.
Yuk, menjadi orang tua yang lebih baik setiap harinya dengan memperbaiki diri dan komunikasi kepada buah hati. Salah satu caranya yaitu ajari akidah kepada anak secara sabar dan tanpa menghakimi, seperti berwakaf.
Hendaknya orang tua mengajarkan anak sesuai dengan tingkat pemikirannya. Akan sulit menanamkan pemahaman wakaf kepada anak jika diasosiasikan dengan materi besar seperti tanah. Ibaratkan wakaf layaknya patungan untuk membeli barang yang bermanfaat secara bersama-sama.
Wakaf menumbuhkan empati pada anak dan menambah wawasan bahwa tidak semua orang di muka bumi ini memiliki keberuntungan yang sama. Sebagian kekayaan dan kemampuan yang kita miliki merupakan hak orang lain.
Apa yang tidak berarti buat kita, belum tentu di mata orang lain. Yuk saling tolong menolong dalam kebaikan, meluaskan manfaat dengan keberkahan wakaf. (Zakat.or.id/Halimatussyadiyah)