Hari Raya Idul Fitri adalah momen bahagia umat Islam setelah satu bulan menjalani ibadah puasa Ramadhan. Baju baru, wangi masakan opor, dan kumpul bersama keluarga menjadi cara menikmati kebahagiaan. Namun, apa jadinya jika masih ada orang lain yang bersedih, seperti kisah Rasulullah yang menemukan anak yatim menangis tersedu di Hari Raya Idul Fitri?
Daftar Isi
Makna Idul Fitri (Id)
Menyadur dari NU Online, Ibnu Arabi pada kitab Tadzhib al-Lughah juz 3 halaman 132 menyingkap ‘id’ (Idul Fitri) bermakna sukacita karena momen yang dirayakan setiap tahun itu selalu hadir dengan rasa gembira. Saat takbir berkumandang di hari terakhir Ramadhan, hati membuncah karena umat Islam berproses menjadi pribadi yang lebih baik dan lulus dari fastabiqul khairat.
baca juga: 5 KISAH ANAK YATIM TANGGUH JADI TOKOH PENGUBAH DUNIA
Di sisi lain, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk bersenang-senang di Hari Raya Idul Fitri. Pada salah satu hadits riwayat Anas bin Malik, bercerita tentang kesedihan anak yatim di hari Idul Fitri, lalu karena iba, Rasulullah pun mengasuhnya.
Kisah Rasulullah Mengadopsi Anak Yatim
Kisah bermula saat Rasulullah berangkat untuk melaksanakan shalat ‘Id. Beliau melihat anak-anak bermain, raut muka mereka ceria. Namun, ada seorang anak di hadapan Rasulullah dengan pakaian kumal dan air muka yang sayu. Rasulullah terenyuh, lalu bertanya,
“Wahai anak kecil, apa yang membuatmu menangis? Kenapa tidak ikut bermain bersama teman-temanmu?” ujarnya.
Anak kecil itu tidak tahu kalau orang di hadapannya adalah Rasulullah, sang kepala negara. Anak itu mencurahkan isi hatinya kalau ia rindu dengan ayahnya dan diusir dari rumah oleh ibu dan ayah tiri karena masalah rumah tangga. Sambil terisak, anak perempuan itu, menjawab,
“Wahai laki-laki di hadapanku, ayahku telah meninggal saat mengikuti peperangan bersama Rasulullah. Setelah itu, ibuku menikah lagi dan memakan semua hartaku. Lalu, ayah tiriku mengusirku dari rumah,” kata gadis kecil itu.
Rasulullah mendengarkan dengan seksama, lalu anak yatim perempuan itu melanjutkan kembali mengeluarkan isi lubuk hatinya bahwa ia tidak memiliki apapun untuk dikenakan. Ia juga kebingungan mencari sandang, pangan, dan papan untuk bertahan hidup.
“Sejak itu akupun tidak punya makanan, minuman, pakaian, dan rumah. Ketika telah sampai hari ini (Idul Fitri), aku melihat begitu banyak anak-anak berbahagia dengan ayah-ayah mereka. Aku pun sedih dan menangis,”
Rasulullah SAW merupakan pendengar yang baik dan aktif. Beliau paham rasanya hidup terguncang karena menjadi yatim sejak kecil dan harus bertahan hidup, minimal untuk diri sendiri. Rasulullah bermaksud ingin mengadopsinya, bersama dengan keluarga kecilnya,
“Wahai anak kecil, bersediakah jika aku menjadi bapakmu, ‘Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husein menjadi kedua saudara laki-lakimu, dan Fatimah menjadi saudara perempuanmu?” tanya Rasulullah.
Anak itu terkejut, ternyata di hadapannya selama ini adalah Rasululllah SAW. Ia riang bukan kepalang karena ada seseorang yang peduli padanya. Lalu, Nabi membawa gadis kecil pulang ke rumahnya, kemudian menjamunya dengan hidangan enak sampai anak kecil itu kenyang. Lalu, ia juga diberi pakaian yang indah dan minyak wangi yang harum.
Hati anak kecil itu menjadi riang dan puas. Ia kembali bermain dengan teman-temannya. Melihat suasana hatinya berubah, kawanannya bertanya karena penasaran,
“Bukankah engkau yang dulu menangis, mengapa sekarang terlihat begitu bahagia?”
Gadis itu menjawab kalau ia sudah tidak lagi kelaparan karena bantuan dari Rasulullah SAW dan keluarganya.
“Memang, dulu aku kelaparan, tapi sekarang aku kenyang. Dulu pakaianku buruk, kini sudah tidak lagi. Dulu aku seorang yatim, tapi kini Rasulullah adalah ayahku, ‘Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudara laki-lakiku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia?”
Anak-anak yang mendengar pengakuan itu merasa iri,
“Andai saja bapak kami syahid saat peperangan, pasti sudah seperti engkau.”
Sepeninggal Rasulullah wafat, anak kecil itu kembali terkatung-katung sebagai yatim. Kemudian, ia diasuh oleh sahabat Rasulullah seumur hidup, yaitu Abu Bakar ra.
Hikmah dari Kisah Rasulullah Mengasuh Anak Yatim di Hari Idul Fitri
Rasulullah sebagai kepala negara menaruh perhatian besar untuk anak yatim yang menjadi korban perang karena ayahnya ikut tugas negara. Tindakannya menyejahterakan anak yatim menjadi contoh bagi umat Islam untuk mengasihi, merawat dan mengurusi anak yatim di sekitar kita. Rasulullah bersabda:
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا
Artinya: Aku dan orang yang mengurus (menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan jari tengah serta agak merenggangkan keduanya. (HR. Imam Al-Bukhari).
Yuk, tonton video singkat yang inspiratif di bawah ini tentang keutamaan menyantuni anak yatim!
Seringkali, anak yatim tidak memiliki akses untuk kebutuhan dasarnya, seperti makanan, minuman, pakaian, rumah, hingga di tahap pendidikan. Maka dari itu, menyantuni para yatim adalah tugas mulia sekaligus tantangan agar mereka menjadi orang yang berhasil di masa depan.
Kesejahteraan yatim adalah tanggung jawab kita bersama. Anda bisa menjadi bagian baik dengan memberikan sedekah yatim di Dompet Dhuafa. Yuk, bantu mereka berani bercita-cita. Jari kebaikanmu adalah pemantik mimpi para yatim, klik sedekah di sini sekarang! (Zakat.or.id/Halimatussyadiyah)