Miqdad bin Al-Aswad, demikian nama lelaki itu. Ia termasuk salah satu sahabat generasi awal. Ada banyak versi yang menjelaskan latarbelakang dirinya terkenal dengan nama Al-Miqdad Ibnul Aswad. Ada yang mengatakan ia berkulit hitam dan ada yang mengatakan tumbuh berkembang di bawah asuhan Al-Aswad Ibnu Abdi Yaghuts.
Tatkala hijrah ke Madinah, Miqdad dan kedua sahabatnya menghadapi situasi yang sangat sulit. Ia harus menahan rasa lapar; perut mereka melilit-lilit. Pandangan mata berkunang-kunang. Ia tidak memiliki perbekalan sama sekali. Tidak ada makanan yang ia bisa gunakan untuk menguatkan pungung. Begitu pula yang terjadi dengan kedua sahabatnya.
Mereka bertiga berpikir untuk menawarkan diri kepada para sahabat. Sayang, tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat yang bisa menerima mereka bertiga. Bukan karena enggan atau kikir. Namun, keadaan mereka tidak jauh berbeda. Para sahabat di Madinah saat itu menghadapi situasi yang sulit. Akhirnya, mereka bertiga memutuskan menemui Rasulullah saw.
Ketika mereka tiba, Rasul saw langsung mengajak mereka menemui istri beliau saw. Ternyata di rumah ada tiga ekor kambing. Beliau saw mempercayakan kepada kami untuk memerah susunya.
“Perahlah susunya dan hasilnya dibagi diantara kita,” pesan Rasulullah saw kepada mereka bertiga.
Semenjak itu, Miqdad bersama kedua kawannya rutin memerah susu. Mereka minum bagian masing-masing dan menyisihkan sebagian untuk Rasul saw. Biasanya, ketika malam hari, Rasulullah saw menemui mereka. Beliau saw ucapkan salam dengan suara rendah. Hanya terdengar orang yang terjaga saja. Suara beliau saw tidak sampai membangunkan orang yang tertidur. Setelah mengucapkan salam, biasanya beliau saw ke masjid dan shalat. Setelah shalat, beliau saw menghampiri tempat penyimpanan susu jatah beliau saw. Demikian kebiasaan Rasulullah saw.
Pada suatu malam, Rasulullah saw datang telat. Tidak seperti biasanya. Saat itu, Miqdad masih terjaga. Sementar kedua temannya telah tertidur. Susu jatahnya telah ia minum, sedangkan jatah Rasul saw masih utuh. Tiba-tiba, dalam batin terbesit sesuatu. “Saat ini Rasulullah saw sedang mampir ke rumah salah seorang sahabat anshar. Pasti beliau saw sudah makan di rumah sahabat anshar itu,” ucap Miqdad dalam batin. “Kalau begitu, beliau saw tidak butuh lagi susu itu.”
Seketika itu, Miqdad menghampiri wadah susu jatah Rasulullah saw. Ia minum susu itu hingga tetes terakhir, tidak tersisa. Setelah itu, ia kembali ke tempat pembaringannya. Begitu selesai minum, tiba-tiba Miqdad merasa gundah gulana. Ada rasa bersalah yang menghantuinya.
“Apa yang baru saja kamu lakukan!” bisik batinnya. “Engkau minum minuman Rasulullah?! Bagaimana bila beliau saw datang dan mendapati susu jatahnya tidak ada ia pasti akan mendoakan dirimu celaka?!!” bisikan demi bisikan terus menghantui perasaan Miqdad. “Engkau akan kehilangan dunia dan akhiratmu,” bisik suara itu. Miqdad merusaha menghilangkan keresahannya. ia berusaha tarik selimutnya untuk menutupi kepalanya. Namun, setiap kali ia tarik untuk menutupi kepala maka bagian kakinya terbuka. Berguling ke kanan dan ke kiri tidak bisa tidur. sementara kedua sahabatnya terlelap tidur.
Ketika malam telah larut, Miqdad merasa Rasulullah saw datang. Beliau saw mengucapkan salam sebagaimana biasanya. Setelah itu, Rasul saw bergegas ke masjid dan shalat. Miqdad semakin gusar tidak karuan. Matanya terus mengamati setiap langkah Rasulullah saw.
Tidak berapa lama, Rasul saw telah menyelesaikan shalatnya. Beliau saw pun melangkah menuju wadah tempat menyimpan susu. Hati Miqdad semakin berdebar-debar. Begitu beliau saw membuka penutup wadah, ternyata wadah itu kosong. Seketika itu, beliau saw mengadahkan tangan ke atas; ke langit. Tatkala menyaksikan Rasul saw mengadahkan tangan, Miqdad takut bukan main,. “Nah sekarang saatnya Rasul saw mendoakanmu kebinasaan padaku!” bisiknya dalam batin.
“Ya Allah,” ucap Rasul saw, “Berikanlah makanan kepada orang yang memberiku makanan dan berilah minum orang yang memberiku minum.”
Miqdad kaget luar biasa. Kekhawatiran dan kegundahan itu berubah 180 derajat menjadi optimis. Seketika itu, ia lilitkan selimut ke badannya dan bergegas mengambil pisau. Ia bertekad menyembelih kambing yang paling gemuk untuk ia hidangkan kepada Rasulullah saw. Ketika ia menghampiri kambing-kambing itu, ternyata susu kambing tersebut padat berisi. Padahal, biasanya susu kambing itu hanya sekali diperah dalam satu hari. Susunya hanya akan berisi esok hari lagi. Ia tidak jadi menyembelihnya. Ia perah susu kembing tersebut. begitu wadah telah penuh susu, Miqdad temui Rasulullah saw dan menghidangkannya kepada beliau saw.
“Apakah kalian sudah minum?” Tanya Rasulullah saw kepada Miqdad.
“Minumlah, Ya Rasulullah!” ucap Miqdad. Ia tidak menjawab pertanyaan beliau saw.
Setelah selesai minum, Rasulullah saw menyerahkannya kepada Miqdad untuk minum. Seketika itu, Miqdad langsung berkata, “Ya Rasulullah, minumlah!” Miqdad terus mengatakan hal itu sampai Rasulullah saw kenyang. Begitu menyaksikan Rasulullah saw telah kenyang, Miqdad tertawa terpingkal-pingkal hingga jatuh ke lantai. Ia merasa geli dengan tingkah kekonyolonnya malam mini. Ia mengambil jatah Rasulullah saw. Namun, justru dirinya mendapatkan berkah dan keajaiban doa Rasulullah saw. Ia merasa gembira luar biasa mendapatkan doa itu. Rasul saw pun penasaran dengan tingkah Miqdad. Ia tanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Seketika itu, Miqdad menceritakan semuanya kepada Rasulullah saw, dari awal hingga ia meluapkan kegembiraannya itu. Ia bercerita dengan wajah berseri-seri.
“Ia semata-mata karena rahmat Allah. Kenapa dirimu tidak memberi tahuku sehingga kita bisa membangunkan kedua kawan kita ini lantas keduanya bisa mendapatkannya?” tanya Rasul saw kepada Miqdad.
“Demi Dia yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, “ ucap Miqdad,”Saya tidak ingat orang lain yang akan mendapatkan rahmat itu tatkala anda mendapatkannya dan saya pun mendapatkannya bersama dengan anda.”