JAKARTA– Sebanyak 40 pengurus masjid (marbut) se Jakarta Timur mengikuti Pelatihan Nasional Peningkatan Kapasitas Pengurus Masjid di Gedung P3SA/SDC, Cipayung, Jakarta, Sabtu (22/2). Pelatihan yang digelar Dompet Dhuafa tersebut dalam rangka mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan.
“Bahkan peradaban muncul dari masjid. Rasulallah ketika membangun Madinah menjadikan masjid sebagai pusatnya,” ujar Tektano Grandyanto Dwi Satrio, General Manager Divisi Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa.
Namun, lambat laun fungsi itu semakin bergeser. Kini, sebagian besar masjid hanya sebagai tempat ibadah semata. Bahkan yang lebih miris, banyak masjid yang dibiarkan menganggur sebab tidak ada atau jarang yang salat di sana.
Beberapa faktor ditengarai menjadi penyebab, salah satunya adalah tidak adanya kegiatan yang diselenggarakan di masjid. Jika ditilik lebih jauh, penyebabnya adalah tidak adanya pengurus masjid.
“Ataupun jika ada, pengurusnya belum mengerti fungsi masjid yang sesungguhnya dan kapasitasnya terbatas. Oleh karena itu, perlu adanya usaha peningkatan kapasitas pengurus masjid agar masjid bisa kembali seperti fungsinya, seperti pada zaman nabi,” jelasnya.
Hingga Ahad, (23/2) ini, para marbut mendapatkan berbagai materi untuk menumbuhkan kepekaan sosial terkait peran dan fungsi masjid terhadap masyarakat sekitar. Para marbut pun diberi materi tentang kepemimpinan, komunikasi, manajemen organisasi model masjid manajemen bencana, hingga administrasi keuangan.
Rencananya, pelatihan peningkatan kapasitas untuk para pengurus masjid akan digelar di berbagai daerah lainnya. Dengan begitu, harapan masjid sebagai pusat pemberdayaan dapat segera terwujud.
Parni Hadi, salah satu penggagas sekaligus pemateri dalam pelatihan tersebut, meyakini bahwa masjid adalah sebuah lembaga yang memiliki potensi luar biasa. “Potensi untuk menjadi pusat unggulan atau center of excellent,” ujarnya.
Parni yang merupakan Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa ini menambahkan, keunggulan tersebut tidak hanya dalam bidang spiritualitas, namun juga di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya Baitul Maal wa Tamwil (BMT), layanan kesehatan, sekolah, dan berbagai program yang memberdayakan lainnya.
“Saya berharap suatu hari orang-orang kalau mau cari modal, berobat dan belajar komputer dan bahasa Cina, misalnya, secara mudah, berkualitas dan murah atau gratis, jawabnya singkat: ke masjid!” terang Parni. (gie)