RIAU–Menyusuri sungai, melewati hutan. Tanpa listrik, sinyal, apalagi kendaraan. Hidup di tengah keterbatasan. Begitulah pengabdian para pejuang kemanusiaan.
Sekitar 8 jam kami melakukan perjalanan dengan mobil dari kota Pekanbaru, dilanjutkan 4 jam melawan arus dengan sampan kecil. Sekian jarak yang harus kami tempuh untuk masuk ke daerah terpencil, Suku Talang Mamak.
Siapa sangka, di dusun yang jauh dari gemerlap kota, ternyata masih ada kawula muda yang sukarela mengabdikan dirinya. Mereka meninggalkan keluarga dalam waktu lama setelah lulus kuliah. Ya Allah, sungguh pengorbanan yang tak mudah.
Setelah berbagi sedikit keceriaan, ada 2 anak yang ikut di perahu kami. Ternyata mereka adalah anak-anak yang
disiapkan untuk ikut seleksi beasiswa sekolah Smart Ekselensia Dompet Dhuafa. Sekolah gratis untuk mereka yang tak berdaya tapi cerdas luar biasa.
Hasbunallah, menyusuri pelosok negeri semata untuk menunaikan amanat umat, membela kaum papa dan dhuafa. Sederhana tujuannya: memastikan mereka mendapatkan hak yang sama sebagai sesama anak bangsa. Begitu cara kami merawat Indonesia.
Bukan memburu gelar pahlawan, cukup disebut sebagai relawan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menyelamatkan garis kehidupan. Tanpa mengharap imbalan dan pujian, kalian berjuang di jalan Tuhan.
Teriring doa untuk Dai Tapal Batas dan Guru dari Sekolah Literasi Indonesia, Dompet Dhuafa. Dari mereka kita belajar akan arti ‘Cinta Tanpa Syarat’, tak terlihat wujudnya tapi bisa dirasakan dampaknya. (Hardy Darusman/Corps Dai Dompet Dhuafa)
***
Catatan perjalanan di atas tak akan sampai ke kita tanpa dukungan sahabat semua. Terus dukung kami menyapa saudara kita di pedalaman . Donasi Dai Pedalaman klik di sini