“Terima Kasih, Rumah Saya Bisa ‘Kayak’ Dulu Lagi”
Ana (16), siswa kelas 3 SMP ini akhirnya bisa melihat rumahnya layak untuk ditempati kembali. “Yah, saya ucapkan terima kasih banyak. Rumah saya bisa kayak dulu lagi,” ujarnya. Sebelumnya, genteng dan kaca-kaca rumah Ana hancur. Tembok rumah yang dihuni Ana bersama nenek dan adiknya ini keropos dan kotor. Sejak status Gunung Kelud beralih menjadi level Siaga dari Awas pada Kamis, (20/2) lalu, sejumlah warga Dusun Sukomoro, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri mulai kembali ke rumah.
Senada dengan Ana, Sutini (73) seorang nenek warga Dusun Sukomoro mengaku sangat bersyukur atas bantuan tenaga untuk membersihkan dan memperbaiki rumahnya yang rusak. “Untuk makanan dan pakaian saat ini sudah cukup, tapi kebutuhan kami saat ini adalah tenaga untuk rumah yang rusak akibat terkena abu dan kerikil,” katanya. Pembenahan rumah yang dilakukan tim DMC Dompet Dhuafa dirasa membantu warga Dusun Sukomoro. Ya, kini mereka menghadapi masa-masa pemulihan.
Mayoritas rumah mereka mengalami kerusakan cukup parah akibat terjangan erupsi dan banjir lahar hujan Kelud. Melihat kondisi tersebut, tim Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa sejak Ahad, (23/2) lalu terus membantu membenahi perbaikan rumah beberapa warga.
“Saat ini sudah ada 2 rumah dalam tahap perbaikan, yakni milik Sugianto (38) dan Mbah Tukiyem (70). Perbaikan rumah keduanya sudah memasuki proses pemasangan dinding dan pengecatan asbes,” terang Adi, tim DMC Dompet Dhuafa yang berada di lokasi.
Adi menuturkan rumah yang mengalami kerusakan parah akan ditangani lebih dahulu. Dalam sepekan tim menargetkan sebanyak 4 rumah yang mengalami kerusakan parah dapat tertangani.
Terkait bahan bangunan, tim memanfaatkan bahan-bahan dari rumah yang masih dapat digunakan. Sedangkan kekurangannya seperti, kayu, asbes, kalsiboard, batu bata, semen, pasir, dan paku disiapkan Dompet Dhuafa.
Untuk rencana selanjutnya, tim DMC Dompet Dhuafa akan melakukan pemerataan perbaikan rumah warga yang mengalami kerusakan cukup parah bisa terbantu secara menyeluruh, terutama rumah yang belum terbantu pemerintah setempat dan lembaga swadaya lain.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah rumah rusak yang terdata sebanyak 8.452 rumah tersebar di Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang. Dari jumlah tersebut sebanyak 4.325 rumah (belum terklasifikasi rusak berat, rusak sedang, rusak ringan). Estimasi biaya berdasarkan asumsi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) sebesar Rp 6 Juta per rumah, sehingga dibutuhkan sementara biaya sebesar Rp 25,95 miliar.
Bantuan permodalan dan perbaikan pertanian
Kondisi selepas bencana dan bantuan pada fase emergensi, tidak kalah beratnya, memulihkan perekonomian masyarakat korban bencana. Umumnya, semua sisi kehidupan masayarakat, dari sisi sosial dan ekonomi menjadi lumpuh selepas bencana.
Karena itu, selain rumah, program pemulihan yang tidak kalah penting ialah pada sektor ekonomi. Menyadari hal tersebut, Dompet Dhuafa bersiap menggulirkan program ekonomi pascaerupsi Kelud. Sebagai entry point pemberdayaan masyarakat pascabencana, Dompet Dhuafa menggunakan pendekatan klaster.
Sementara Klaster Mandiri adalah model yang digagas Dompet Dhuafa merupakan penjabaran dari konsep pemberdayaan komunitas terintegrasi (integrated community empowering). Strategi ini menjadi rancangan kerja menengah yang memadukan pemetaan klaster, pendampingan kapasitas, implementasi program, serta monitoring dan evaluasi program.
Model ini bekerja untuk membangun sistem kerja yang mengapresiasi kearifan lokal (sadar sumber daya tempatan), kapasitas kewirausahaan, dan memudahkan perolehan akses menuju perbaikan ekonomi berlandaskan kearifan hidup.
Rencananya, bantuan permodalan lewat Social Trust Fund (STF) bagi pelaku usaha mikro kecil yang usahanya rusak akibat bencana adalah salah satu wujud program tersebut. Sebagai model “bank dhuafa”, STF memudahkan para pelaku usaha mikro bangkit kembali lepas dari jerat rentenir dan tengkulak.
Dompet Dhuafa juga fokus kepada warga yang lahan pertaniannya rusak. Dompet Dhuafa berencana memfasilitasi pembiayaan modal kerja sekaligus membangun pasar sayuran komunitas. Hal ini mengingat mata pencaharian sebagian masyarakat di sana adalah petani hortikultura.
“Seperti halnya di Magelang dekat dengan desa letusan Merapi. Pasar itu awalanya nonpermanen dan kagetan sebagai tempat bertransaksi hasil panen mereka dengan pembeli atau pengumpul,” terang Tektano Grandyanto Dwi Satrio, General Manager Pengembangan Ekonomi Dompet Dhuafa.
Satrio menambahkan, potensi lain yang dapat dimunculkan yakni usaha pembuatan batako dari material pasir erupsi. Nanti, batako tersebut bisa dijual ke proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang rusak akibat letusan Kelud.
“Informasi sementara dari tim yang sedang melakukan pemetaan di Ngantang, Malang bisa bergulir program STF dan peternakan. Sedangkan di Puncu, Kediri lebih cocok program recovery pertanian,” kata Satrio.
Sejak awal, kehadiran Dompet Dhuafa tidak pernah berakhir meski ancaman bencana alam telah menurun baik bencana di Sinabung, Jabodetabek, Pantura, Kelud hingga Manado. ‘Empowerment’ telah menjadi strategi Management Dompet Dhuafa yang tetap berikhtiar di akar rumput mengisi ruang yang selama ini luput. (gie)
Sumber: dompetdhuafa.org