Memiliki keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (penuh cinta), wa rahmah (dan penuh kasih sayang) tentu merupakan dambaan bagi kita setiap Muslim. Dengan memiliki keluarga yang tentram, kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang dan positif.
Lalu, bagaimana jalan menuju keluarga yang sakinah itu? Ternyata sejak 1400 tahun yang lalu, Islam telah menunjukkan salah satu kuncinya yaitu melalui mitsaqan ghaliza perjanjian yang kuat. Apa dan bagaimana perjanjian dapat menjadi kunci menuju keluarga sakinah, mari kita simak penjelasannya berikut ini!
Daftar Isi
Definisi Mitsaqan Ghaliza
Perjanjian dalam bahasa Arab disebut sebagai al-mitsaq (امليثاق). Dimana apabila kita merujuk pada tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, al-mitsaq di dalam Al-Qur’an memiliki dua makna, yaitu perjanjian satu arah dan juga dua arah.
Sehingga, hubungan perjanjian di sini berlaku terhadap Allah SWT dengan kita atau pada sesama manusia, dan begitupun sebaliknya. Karena terkadang, Allah SWT di dalam Al-Qur’an juga pernah menjanjikan sesuatu kepada hamba-Nya, apabila mereka melakukan suatu perintah.
Adapun di dalam Al-Qur’an, pernikahan disebut juga dengan istilah mitsaqan ghaliza yang memiliki makna sebagai perjanjian yang kuat, agung, serius, dan tidak main-main. Bahkan istilah ini hanya disebut sebanyak tiga kali di dalam Al-Qur’an. Sehingga dapat dikatakan, pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam ajaran Islam.
Ini karena apabila dikaji secara pustaka berdasarkan tafsir, sebagaimana dijelaskan di atas, pernikahan menyebabkan terjadinya perjanjian kita kepada Allah SWT dan juga pasangan secara sekaligus. Hal ini membuat konsekuensi dari perjanjian pernikahan sangat agung dan terikat antara satu hubungan dengan yang lain.
Baca Juga : 10 Ayat-Ayat dalam Al-Quran yang Membuat Tenang Jiwa
Al-Qur’an Surat al-Ahzab Ayat 7
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ مِيثَٰقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.” (Q.S. al-Ahzab: 7).
Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, mitsaqan ghalizha yang termuat di dalam di atas adalah perjanjian yang agung. Ini karena perjanjian tersebut terjadi antara Allah SWT dengan para Rasul dan Nabi-Nya, yang telah diambil sumpah setianya untuk selalu menegakkan agama Allah SWT.
Tidak hanya itu, as-Sa’di dalam tafsirnya juga menjelaskan alasan dibalik agungnya perjanjian tersebut. Ini karena para Rasul dan Nabi yang telah diambil janjinya, memikul amanah besar yang Allah SWT berikan dan harus senantiasa istikamah menjalaninya.
Al-Qur’an Surat an-Nisa Ayat 154
وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ ٱلطُّورَ بِمِيثَٰقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوا۟ فِى ٱلسَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا
“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Tursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.” (Q.S. an-Nisa: 154).
Sayyid Qutbh menafsirkan mitsaqan ghalizha dalam ayat ini sebagai perjanjian yang kokoh. Hal ini didasari dengan pembangkangan Bani Israil yang terjadi berulang kali. Sehingga, Allah SWT akhirnya mengambil perjanjian yang kokoh agar mereka tidak lagi membangkang.
Bahkan Sayyid Qutbh menyamakan kerasnya gunung yang Allah SWT angkat dengan kerasnya hati Bani Israil, untuk menggambarkan kokohnya perjanjian dalam ayat ini. Sehingga, janji yang Allah SWT ambil dalam ayat ini tergambar memiliki derajat yang sangat tinggi dan penting, bahkan untuk umat sesudahnya.
Pelajaran tersebut sebagaimana telah Allah SWT maksudkan dan terangkan di dalam ayat berikut ini.
فَجَعَلْنٰهَا نَكٰلاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَ
“Maka Kami jadikan (yang demikian) itu peringatan bagi orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah: 66).
Baca Juga : Inilah 8 Pintu Rezeki Menurut Al-Quran
Al-Qur’an Surat an-Nisa Ayat 21
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُۥ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S. an-Nisa: 21).
Dari ayat di atas, Ibnu Katsir menafsirkan mitsaqan ghalizha yang dimaksud oleh Allah SWT ialah proses akad yang terjadi di dalam pernikahan. Sebagaimana dijelaskan di atas, dengan akad lah seorang pengantin diambil janjinya untuk senantiasa memenuhi hak pasangannya dalam rangka beribadah kepada Allah SWT secara sekaligus.
Hal ini yang membuat perjanjian di dalam akad pernikahan, begitu kuat dan kokoh. Selain itu, penggunaan istilah mitsaqan ghalizha dalam ayat diatas seakan menyandingkan kekuatan dan keagungan pernikahan, dengan peristiwa yang dijelaskan dalam dua ayat lainnya.
Maka, apakah pantas jika kita mengingkari janji dalam akad pernikahan tersebut? Apalagi ini adalah perjanjian kita kepada pasangan dan dengan Allah SWT yang maha menciptakan.
Bahkan Sayyid Qutbh mempertegas sakral dan kuatnya perjanjian akad ini, berdasarkan seruan Allah SWT yang dikhususkan kepada orang-orang beriman di awal ayat ke-19 surah tersebut. Hal ini menurut Sayyid Qutbh sebagi bentuk penghormatan Allah SWT terhadap perjanjian akad tersebut.
Baca Juga : Jodoh dalam Islam, Benarkah Ketentuan Allah SWT?
Mitsaqan Ghaliza sebagai Inspirasi menuju Keluarga Ideal
Namun nyatanya di zaman seperti saat ini, pernikahan seolah merupakan hal yang tidak sakral lagi. Sangat banyak kita lihat perceraian terjadi di tengah masyarakat, bahkan hanya karena hal yang dianggap sepele.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, tercatat 516.334 kasus perceraian telah terjadi. Angka ini bahkan telah naik 60% lebih sejak tahun 2015. Fenomena ini tentu menyedot perhatian seluruh pihak. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara dengan Muslim terbanyak lah yang mengalami fenomena tersebut.
Padahal sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam an-Nisa ayat ke-21 di atas, akad pernikahan merupakan perjanjian yang kuat dan agung. Oleh karena itu, memahami kembali makna dari mitsaqan ghalizha adalah kunci dari membentuk keluarga yang ideal.
Hal ini dapat dimulai dari membangun keyakinan sebagai seorang istri terhadap suaminya dan menganggap bahwa perkawinan itu sebagai sebuah amanah. Menurut tafsir Quraish Shihab, keyakinan inilah yang dapat diartikan sebagai perjanjian yang kuat.
Tidak hanya itu, ketika suami memahami amanah tersebut, maka ia juga akan menyadari tanggung jawab terhadap istrinya. Dengan begitu, suami-istri tersebut akan berusaha untuk menjalankan kewajiban masing-masing dan berusaha memenuhi hak pasangannya.
Tidak lupa, usaha tersebut merupakan bentuk ketaatan mereka kepada Allah SWT akibat konsekuensi dari perjanjian kuat yang hadir akibat akad pernikahan. Sehingga, akan muncul perasaan saling pengertian dan penuh syukur yang dapat menjadikan keluarga lebih tentram. (adn/fau)