Harapan adalah aset yang dimiliki oleh stiap manusia, meskipun bersikfat abstrak harapan adalah sebuah pengungkit dalam manusia beraktivitas. Masa telah berganti, kini kita semua telah memasuki tahun 2016, setiap orang pasti memiliki harapan-harapan yang berbeda-beda dalam memasuki tahun 2016 ini. Mari sejenak kita merenung, meninggalkan hingar bingar pesta tahun baru yang dirayakan diawal Januari 2016 kemarin, saat ini adalah momen yang tepat untuk melakukan evaluasi, baik secara pribadi ataupun dalam kehidupan berbangsa.
Bangsa Indonesia melalui tahun 2015 dengan momen yang dipenuhi dengan kegaduhan politik, pertumbuhan ekonomi yang melambat, angka kemiskinan yang bertambah dan sejumlah konflik dibeberapa daerah. Tahun 2015 kemarin juga merupakan momen dimana dilakukan Pilkada serentak di sejumlah daerah, tepat di penghujung tahun bulan Desember. Harapan masyarkat muncul dan tenggelam. Ada sejumlah harapan yang lantas muncul pada aparatur pemerintahan yang baru, semua permaslahan yang terjadi di tahun 2015 kemarin adalah bahan pembelajaran untuk menciptakan perbaikan di 2016 ini.
Tahun 2016 juga menjadi momen dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Bangsa Indonesia turut bergabung dalam pakta kesepakatan ini. Sebuah tantangan ekonomi di kawasan regional yang mesti dihadapi oleh segenap elemen bangsa ini. Tahun 2016 ini seolah sudah tak ada batas antar negara, berbagai produk dan jasa dari berbagai negara di Asia bisa masuk bebas ke negeri ini. Lantas apa yang mesti disiapkan dalam rangka menghadapi tantangan ini ? Jamil Azzaini menegaskan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Pertama, senantiasa memilih dan menggunakan produk atau jasa lokal, asli Indonesia, tentu selama hal itu diproduksi di Indonesia. Misalnya, baju berbatik, kuliner masakan Indonesia, sepatu produksi Cibaduyut, dan sejenisnya. Kedua, terus meningkatkan kapasitas diri. Tentu sebagian dari Anda sudah sering mendengar ungkapan, “Daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin.” Dari pada mengutuk kehadiran MEA lebih baik menyiapkan diri untuk bisa memenangkan persaingan. Asahlah terus keahlian yang sudah kita miliki, terus berusaha menjadi 10 terbaik di bidang yang kita tekuni. Ketiga, berkolaborasi. Menghadapi “bayi” ajaib MEA yang memiliki banyak kekuatan tidak bisa dilakukan sendirian. Kita mampu menaklukannya saat kita bekerja sama. Ingat ya, bekerja sama bukan sama-sama bekerja. Segera jalin kekuatan dengan berbagai pihak yang ingin menikmati berbagai peluang yang ada dengan hadirnya MEA. inilah tantangan yang mesti ditaklukan oleh bangsa ini.
Lantas bagaimana dengan dinamika masyarakat bawah? inflasi yang meninggi, kebutuhan bahan pokok yang terus meroket, PHK yang terus terjadi makin meningkatkan jumlah pengangguran terbuka, inilah fakta yang harus kita terima dan dilalui oleh masyarakat. Sebagaimana disinggung diawal, angka kemiskinan memang meningkat, tapi itu bukan hal yang mesti ditakuti, justru jadikan hal ini sebagai pemicu untuk bekerja lebih baik dalam pemberdayaan masyarakat.
Proteksi masyarakat miskin dengan zakat adalah solusi yang bisa dilakukan, proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan memanfaatkan dana zakat. Upaya ini dapat dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat atau oleh BAZNAS sebagai regulator dari pemerintah. Semua aktor pemberdayaan zakat bertujuan untuk memerangi kemiskinan, parameter yang ingin dicapai minimal adalah meningkat disposable income masyarakat miskin, hingga terangkat dari jurang kemiskinan. Upaya ini tidak mudah, namun bukan hal yang mustahil. Asalkan dilakukan secara konsisten dan terkontrol, Insya Allah akan bisa dicapai.
Sekali lagi memasuki era baru ini memiliki tantangan sekaligus peluang, jadi mari kita siapkan diri kita untuk menyambut tantangan ini agar harapan-harapan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Semoga Allah SWT memberkahi. (Aulia Mumtaza)