More

    Berkahi Penghasilan yang kita dapat dengan Zakat Penghasilan di Dompet Dhuafa

    Kisah Nabi Nuh 500 Tahun Berdakwah dan Doa Hujan

    Cuaca buruk sebagai pemicu banjir bandang mengingatkan kita pada rangkuman kisah Nabi Nuh AS dengan kapal besar yang mampu mengarungi derasnya banjir. Menurut para ulama, banjir bandang pertama dan terdahsyat di dunia tersebut terjadi selama 5-6 bulan.

    Apabila Allah telah berkehendak, maka terjadilah. Sebelum banjir dahsyat terjadi, Nabi Nuh membuat kapal sangat besar yang dapat menampung manusia dan hewan berpasang-pasangan. Inilah ringkasan kisah Nabi Nuh sebagai pelajaran untuk kita semua untuk tidak menyepelekan banjir beserta doa hujan yang baik.

    Kisah Nabi Nuh, Rasul Ulul Azmi

    Berdasarkan sejarah Islam, Nabi Nuh merupakan nabi ketiga setelah Nabi Adam AS dan Nabi Idris AS.Namanya berasal dari bahasa Syria yang memiliki arti bersyukur. Nabi Nuh mrupakan hamba Allah yang selalu bersyukur. Hal tersebut tercatat di dalam surat Al-Isra Ayat 3:

    “[Yaitu] anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba [Allah] yang banyak bersyukur,” (Al-Isra:3)

    Nabi Nuh juga merupakan Rasul Ulul Azmi, yaitu sebutan untuk Rasul dengan ketabahan dan keteguhan hati yang luar biasa. Pada Surat Al-Ankabut ayat 14, Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, akan tetapi menurut riwayat jumlah pengikut Nabi Nuh tidak lebih dari 80 orang yang terdiri dari orang-orang miskin dan lemah.

    Berbagai cara beliau tempuh agar umat Bani Rasib meninggalkan maksiat, tidak menyembah berhala lagi, dan berbuat kebaikan. Akan tetapi, umat tersebut terkenal akan sifat keras kepala dan tidak mau mendengarkan nasihat Nabi Nuh.

    baca juga: KISAH-KISAH TELADAN NABI ULUL AZMI 

    Mereka bahkan menantangnya untuk menurunkan azab saking tidak percaya bahwa Nabi Nuh merupakan rasul utusan Allah. Kisah pertentangan Bani Rasib ditulis di dalam Al-Quran surat Hud ayat 32:

    “Mereka berkata ‘Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar’.” (Hud:32)

    Berbagai celaan dilontarkan kepadanya setiap kali berdakwah. Hingga akhirnya, Nabi Nuh berdoa agar Allah memberi hukuman kepada orang kafir yang tidak mau mengikuti perintah Allah. Maka, Allah perintahkan Nabi Nuh untuk membuat kapal besar yang dapat mengangkut orang beriman dan sepasang hewan, sementara orang kafir akan ditenggelamkan.

    Antisipasi Banjir Bandang dengan Membuat Kapal

    Kapal berlayar di lautan berbahaya dengan ombak tinggi - Zakat.or.id

    Nabi Nuh mengumpulkan pengikutnya dan bergotong royong membuat kapal. Orang kafir meledek Nuh gila karena membuat kapal di tengah gurun gersang. Mereka tidak percaya bahwa kekuasaan Allah dapat menghancurkan tanah mereka.

    Pembuatan kapal Nabi Nuh ibarat sedia payung sebelum hujan, jika sudah hujan maka berdoa. Bahtera 3 lantai dengan panjang 200 meter, lebar 70 meter, dan tinggi 25 meter pun jadi, lalu Allah mulai tunjukkan tanda-tanda banjir besar akan datang dengan bencana kekeringan. Banyak ternak dan hewan mati karena tidak tahan panas.

    baca juga: SEJARAH KELAM BANJIR MEKKAH 1941 MENGEPUNG KABAH

    Suatu hari, hujan turun sangat deras disertai badai hingga meluluhlantakkan tempat Nabi Nuh berada. Ia menyuruh pengikutnya untuk segera naik ke kapal dengan membawa hewan ternak dan perbekalan. Nabi Nuh telah memperkirakan bahwa musibah ini akan berlangsung lama. Perlahan, air bah mulai menggenangi daratan.

    Kan’an, Putra Nabi Nuh yang Tenggelam

    Ilustrasi Banjir Besar

    Kapal pun melaju di atas daratan yang telah digenangi air bah. Di tengah perjalanan, Nabi Nuh melihat anaknya, Kan’an sedang berusaha menghindari banjir dengan naik ke gunung. Kasih sayang orang tua memang tiada batasnya, ia memanggil Kan’an tiga kali untuk bergabung bersama dirinya di atas kapal.

    baca juga: 4 tujuan wakaf produktif di masa bencana dan pandemi

    Akan tetapi, putranya membangkang. Ia yakin bisa selamat jika mengungsi ke atas gunung, padahal Nabi Nuh sebagai ayah telah mengingatkan bahwa tidak akan ada yang selamat dari hukuman Allah kecuali naik ke atas kapal.

    “Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal,”  Asy-Syu’ara:119-120.

    Tidak ada orang tua di dunia yang ingin anaknya celaka, begitu pula Nabi Nuh. Nabi Nuh  menyadari bahwa anaknya membangkang layaknya orang kafir yang selalu tidak percaya seruannya. Ia memohon ampunan kepada Allah dan mengikhlaskan Kan’an meninggal bersama orang-orang kafir.

    Nabi Nuh memiliki 4 anak laki-laki, yaitu Kan’an, Sem, Ham, dan Yafet. Menurut riwayat, keluarga yang selamat dari air bah terbesar di Bumi ialah istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya.

    سَآوِي إِلى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْماءِ قالَ لَا عاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

    Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 43)

    Saking besarnya banjir, kapal terus melaju ke arah utara selama berbulan-bulan. Perjalanan tanpa tujuan tersebut layaknya terombang-ambing di lautan. Nabi Nuh memohon pertolongan kepada Allah agar diberikan keselamatan. Allah mengabulkan doa tersebut.

    Kapal Menepi di Pegunungan Arafat Pada 10 Muharram

    Setelah banjir surut, kapal Nabi Nuh menepi di Pegunungan Arafat tepat pada 10 Muharram. Allah perintahkan Nabi Nuh dan pengikutnya untuk turun dan memulai peradaban baru. Sebagai tanda syukur atas nikmat keselamatan, Nabi Nuh memerintahan pengikutnya untuk berpuasa Asyura.

    Hikmah Kisah Banjir Bandang di Zaman Nabi Nuh

    Peringatan banjir untuk tidak disepelekan - Zakat.or.id

    Rangkuman Kisah Nabi Nuh bukan hanya menarik dari sisi religi, melainkan juga ilmuwan yang meneliti banjir besar pertama di muka Bumi. Dari kisah ini, hendaknya kita belajar bahwa musibah bukan hanya terjadi karena alam murka, tetapi ada kehendak Allah karena manusia gemar lupa dan merusak ketika diberi nikmat dan semena-mena.

    Kita juga belajar bahwa istilah sedia payung sebelum hujan benar adanya. Ketika BMKG telah memprediksi curah hujan atau arah angin, hendaknya kita bersiap saat masih musim kemarau untuk menimalisir dampak banjir yang semakin parah. Lalu, saat terjadi hujan, maka tugas kita berdoa supaya mendatangkan manfaat.

    اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ 

    Artinya:
    “Ya Allah turunkan hujan ini di sekitar kami jangan di atas kami. Ya Allah curahkanlah hujan ini di atas bukit-bukit, di hutan-hutan lebat, di gunung-gunung kecil, di lembah-lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR Bukhari Muslim).

    Rangkuman kisah Nabi Nuh seakan menjadi pengingat bahwa bencana di tengah pandemi seperti banjir besar masih menjadi ancaman, bukan hanya di Jabodetabek, tapi seluruh Indonesia. Mari, saling rangkul melalui donasi kemanusiaan di Dompet Dhuafa. (Zakat.or.id/Halimatussyadiyah)