Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustad. saya ingin bertanya tentang zakat usaha,
kiranya ustad masih punya sedikit waktu untuk menjawab pertanyaan ini.
Semoga Allah membalas kebaikan ustad dan memberkahi ilmu ustad dan
selalu melindungi ustad dan keluarga ustad.
saya menjalani usaha dengan data seperti ini yang dihitung dalam 1 tahun
Penjualan Rp 1.300.000.000
pengeluaran ( gaji karyawan, material, biaya biaya langsung ) Rp
900.000.000
sehingga laba Rp 400.000.000
Stock barang ( kalau dihitung harga jual ) Rp 50.000.000
Stock barang ( kalau dihitung harga produksi ) Rp 35.000.000
utang Rp 20.000.000
piutang Rp 34.000.000
Uang tunai Rp 15.000.0000
Aset : mesin mesin senilai Rp 200.000.000 (saat modal pertama thn 2000 ) kendaraan Rp 165.000.000 ( tahun 2010 ).
1. Bagaimana cara menghitung Zakatnya?
2. Bagaimana kalau penjualannya hanya Rp 800.000.000 (rugi Rp 100.000.000)
3. setahunnya tahun masehi atau tahun islam.
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih
salam
rqxxxxxxx@yahoo.com
Jawab:
Wa’alaikumsalamwarahmatullahiwabarakatuh
Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada saudara dan keluarga.
Sistem penghitungan zakat usaha perniagaan atau bisnis adalah: nilai barang yang diperjual belikan + uang cash + piutang x 2,5 persen. Nishab atau batas minimal seseorang berkewajiban zakat adalah senilai dengan 85 gram emas. Sedangkan nilai zakatnya adalah 2,5 persen. Kewajiban zakat berlaku setelah masa satu tahun memiliki harta yang mencapai nishab.
Untuk zakat usaha saudara adalah: 400.000.000 + 50.000.000 +34.000.000 + 15.000.000 x 2,5 persen.
Sedangkan bila mengalami kerugian, pada dasarnya zakat itu dihitung pada saat satu tahun berdasarkan bulan hijriah dari masa memiliki harta mencapai nishab. Maka, harta kekayaan hasil usaha atau bisnis yang dizakati adalah nilai yang dimiliki pada saat wajib mengeluarkan zakat.
Kerugian sebelum tiba haul atau genap satu tahun tentu menjadi pengurang. Sedangkan kerugian setelah harta atau usaha mencapai satu tahun hijriah tidak menjadi pengurang. Sebab, untuk yang kedua ini, kerugian itu terjadi setelah ada kewajiban zakat dengan nilai tertentu.
Adapun sarana penunjang usaha seperti mesin, kendaraan, kantor dan sejenisnya tidak termasuk harta yang wajib dizakati. Hal ini berdasarkan pada hadits, “Seorang muslim tidak berkewajiban menzakati hamba sahayanya dan kuda tunggangan.” (HR Muslim)
Wallahu a’lam