Tidak seperti di Sinabung yang sudah berbulan-bulan, baru sepekan pascaerupsi Gunung Kelud, Puji Slamet (36) masih berada di pengungsian. Belum sempat melihat kondisi rumah, Puji khawatir kondisi rumahnya kian rusak akibat hujan kerikil dan abu Kelud.
“Rusak itu pasti. Soalnya rumah saya hanya berjarak 8 kilometer dari puncak Kelud,” ujar warga Desa Asmorobangun, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri ini.
Selain rumah, pria yang sehari-hari mengais rezeki dari bertani cabe ini pun pasrah dengan lahannya. Kendati begitu, ia berharap nantinya ada yang membantu untuk membenahi rumah dan lahan pertanian miliknya.
“Jelas gak ada penghasilan lagi selama saya di pengungsian ini. Saya milih aman saja untuk tetap di pengungsian karena rumah saya masuk zona bahaya. Walau pengen sekali untuk bersih-bersih dan benerin rumah,” katanya.
Hal senada pun terlontar dari warga Desa Asmorobangun lainnya, Ginten (45). Ibu dua anak yang sehari-hari beternak dan bertani ini ingin ada perbaikan atas kerusakan lahan.
Ginten yang juga bertani cabe ini memang optimis tanah di kawasan pemukimannya akan semakin subur pascaerupsi Kelud. Namun demikian, hal tersebut membutuhkan waktu.
“Kalau kayak gini, harus nunggu sampai 2 bulan lagi atau lebih. Tapi kalau hujan terus bisa lebih cepet,” ujarnya. Meski ia tak menduga banjir lahar dingin akibat kondensasi air hujan dengan abu vulkanik, membuat dirinya merinding.
Infrastukrur dan ekonomi perlu dibenahi
Menurut Tim Social Development Dompet Dhuafa yang tengah melakukan pemantauan langsung di Kediri dan Malang sejak Ahad, (16/2) mengatakan, tim mendapatkan temuan sekitar 600an rumah yang perlu benahi.
Menilik kondisi tersebut, Tim menyimpulkan Dompet Dhuafa kemungkinan akan membantu pembenahan di dua wilayah. “Kecamatan Puncu di Kediri dan Kecamatan Ngantang di Malang. Khususnya renovasi atap dan genteng. Bisa sebesar 3 Milyar dana yang dibutuhkan,” jelas Nugroho Indrea Warman, Manager Social Development Dompet Dhuafa.
Di Kecamatan Ngantang, kondisinya cukup memprihatinkan karena terdapat SD yang atapnya rusak tertimpa pasir dan hujan abu vulkanik. Hal tersebut tidak luput menjadi perhatian pembenahan.
Tim juga memantau kondisi lahan yang rusak. Terdapat sekitar 900 hektar lahan pertanian cabai rusak. “Padahal, dalam kondisi siap panen,” terangnya. Imbas kondisi tersebut, harga jual cabai menurun drastis dari harga Rp 15.000 menjadi Rp 6.000 per kilogram.
Hasil temuan di lapangan tersebut akan diteruskan ke tim Divisi Ekonomi Dompet Dhuafa. Selanjutnya, tim Divisi Ekonomi Dompet Dhuafa akan mengkaji lebih dalam terkait intervensi yang bisa dilakukan.
Bagaimanapun, program pemulihan (recovery) sejatinya menjadi perhatian lebih saat bencana menerjang seperti erupsi Kelud ini. Rusaknya infrastruktur seperti rumah dan sekolah serta denyut ekonomi warga seperti lahan pertanian menjadi “bencana” susulan warga.
Saat ini, warga sudah dibuat bingung akan tinggal di mana dan mendapatkan penghasilan dari mana. Meski logistik menumpuk.
Pengalaman Dompet Dhuafa
Guna menebar kebermanfaatan terutama dalam penanganan dan pasca bencana memang tidak bisa berjalan sendiri. Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan yang telah berkiprah selama lebih dari 20 tahun pun menyadari akan pentingnya sinergi.
Sebagai penentu kebijakan dan pelayan warga, pemerintah idealnya dapat berkolaborasi dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat yang berpengalaman dalam program pemberdayaan masyarakat. Dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, kolaborasi diharapkan mampu menebar kebermanfaatan lebih luas.
Pengalaman Dompet Dhuafa dalam program pemulihan pascabencana telah menghasilkan berbagai tawaran model program. Contoh di bidang ekonomi, program Social Trust Fund (STF) digulirkan Dompet Dhuafa sebagai model lembaga keuangan mikro yang membantu permodalan warga terdampak bencana.
STF bervisi membantu percepatan pengembangan ekonomi masyarakat di wilayah bencana, pedesaan, perkotaan, dan pesisir melalui penumbuhan lembaga keswadayaan lokal berbasis keuangan mikro dan komunitas yang sulit menyentuh perbankan.
Kunci berjalannya model pembiayaan sosial ini selain, berbasis kepada akad dana kebajikan (Al Qardhul Hasan), yaitu semangat para pembina di STF adalah totalitas etos kerja untuk melayani kaum dhuafa, tanpa harap keuntungan pribadi atau organisasi melainkan motivasi yang kuat dalam memandirikan kaum dhuafa.
Bagi para pelaku usaha mikro, sistem seperti itu tidak membebani lantaran tidak lagi memikirkan bunga. Mereka bisa mengalokasikan keuntungan dengan ditabung atau memaksimalkan kembali modal demi perkembangan usaha.
Selain STF, model program pemulihan pascabencana lain yang dimiliki Dompet Dhuafa lain adalah Bank Ternak. Bank Ternak merupakan model lembaga keuangan mikro syariah yang menjalankan aktivitasnya pada subsektor peternakan, bersifat non-profit dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat.
Dompet Dhuafa pun siap dan bersedia membantu pemerintah untuk berkolaborasi di berbagai program pemulihan bencana. Idealnya, tentu saja kolaborasi tidak harus menunggu saat bencana seperti saat ini. Termasuk di berbagai sektor lainnya seperti pendidikan dan kesehatan, misalnya, tentu amat dinanti.(gie)
Sumber: dompetdhuafa.org