More

    Berkahi Penghasilan yang kita dapat dengan Zakat Penghasilan di Dompet Dhuafa

    Profesi atau Penghasilan

    Profesi atau penghasilan

    Assalamu’alaykum.

    Saya ingin bertanya mengenai zakat profesi.
    Apakah zakat profesi sama dengan zakat penghasilan? Jika berbeda, profesi apa saja yang diharuskan membayar zakat profesi dan bagaimana perhitungannya.

    Terima kasih.

    Dari: Tiara Barudin

    Jawaban :

    Wa’alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakatuh

    Dalam permasalah zakat kontemporer saat ini ketika disebutkan Zakat Profesi, maksudnya adalah zakat Penghasilan, begitu pun sebaliknya.

    Akan tetapi jika dipahami dari segi bahasa, maka keduanya sangat berbeda. Profesi menunjukkan sebuah pekerjaan, sedangkan penghasilan menunjukkan hasil dari profesi atau pekerjaan tersebut.

    Begitu juga istilah penghasilan ini sejatinya bermakna umum, baik penghasilan dari jual beli, sewa menyewa, dan hasil dari jasa-jasa lainnya, termasuk juga gaji ataupun upah, atau dalam kamus bahasa Indonesia diartikan dengan pendapatan; perolehan (uang yg diterima dsb).

    Sebagaimana penghasilan, istilah profesi juga bermakna umum, baik guru, pedagang, pengusaha, pemberi jasa sewa, pilot, dan lain-lain sebagainya, atau dalam kamus bahasa Indonesia, profesi diartikan dengan bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu.

    Untuk konteks zakat kontemporer, istilah zakat profesi atau zakat penghasilan mengkerucut kepada jenis usaha atau pekerjaan dimana pekerjanya menerima gaji atau upah dalam jangka waktu tertentu seperti setiap bulan atau setiap tiga bulan, baik dari kalangan negeri maupun swasta.

    Sehingga disini, usaha perdagangan, sewa-menyewa, pertanian, pertambangan dan sebagainya tidak masuk pada arti yang dimaksud di dalam istilah zakat profesi atau zakat penghasilan.

    Mengenai zakat jenis ini memang tidak dikenal sebelumnya dalam literatur-literatur fiqih, karena kalaupun pada masa dahulu ada usaha seperti sistem gajian ini maka zakatnya mengikuti aturan zakat Mal yang mengikuti dua syarat yaitu tercapainya Nisab dan tercapainya masa Haul.

    Yaitu, apabila penerima gaji atau upah menabungkan hasil yang didapati dari gajinya itu sehingga tabungannya mencapai nisab, maka setahun semenjak nisabnya tercapai dia wajib menzakatinya sebanyak 2,5% (Rubu’ al-‘Usyr). Dan kalau pun dicicil setiap bulannya, maka cicilan ini jika nilai tabungan telah mencapai nisab, atau dicicil dalam masa menunggu satu tahun rentang nisab tercapai hingga genap satu tahun, bukan dicicil sebelum nisabnya tercapai.

    Misal pada tanggal 2 Muharram 1437 H tabungan dari gaji bulanannya telah mencapai nisab senilai 85 gram emas, atau lebih kurang senilai Rp 45.000.000,-, maka pada tanggal 1 Muharram 1438 H dia wajib menzakati 2,5% dari tabungannya berapapun nilai tabungannya saat itu selama masih mencapai nisab. Dia bisa mencicil setiap bulan dari 2,5% x 45.000.000,- tersebut, yaitu Rp 1.125.000 / 12 = Rp 93.750,- setiap bulan. Jumlah ini jika pada akhir tahun itu masih senilai Rp 45.000.000,-. Namun jika ternyata di akhir tahun tabungannya meningkat menjadi Rp 60.000.000,-, maka dia cukup menzakati 2,5% dari tambahan tabungannya yang berjumlah Rp 15.000.000,-, yaitu Rp 375.000,-. Mencicil atau mendahulukan pembayaran zakat sebelum tercapainya Haul ini mengikuti sunnah sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam seperti Ibnu Mas’ud dan ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang disetujui oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.

    Untuk zakat profesi yang dimaksud di atas, ulama kontemporer yang menggagas istilah zakat profesi ini di antaranya Syaikh Muhammad al-Ghazali, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dengan berbagai macam sudut pandang penganalogian. Begitu juga dengan Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin dalam bukunya; Zakat dalam Perekonomian Modern, menurutnya zakat penghasilan ini dapat dianalogikan kepada dua jenis zakat sekaligus, yaitu zakat pertanian dan zakat emas dan perak. Zakat pertanian dari segi nisab dan waktu pengeluarannya, sedangkan zakat emas dan perak dari segi persentase zakatnya sebanyak 2,5%. Dengan ini, nisab pertanian jika berbentuk beras lebih kurang setara dengan harga 520 Kg beras. Jika harga beras Rp 7.500 /kg, maka nisabnya setara 3.900.000,-. Maka zakatnya adalah Rp 97.500,-.

    Wallahu A’lam

     

    [sibwp_form]