Jika diulik dari segi penghasilan yang fantastis, apakah boleh dan bisa zakat penghasilan dari NFT? Yuk, kenalan lebih dalam tentang NFT!
Daftar Isi
Trend NFT
Konsisten dan pandai memprediksi tren sesuai data, itulah sosok Sultan Gustaf Al Ghozali yang mendadak terkenal karena menjual foto selfie-nya di internet dalam bentuk Non-Fungible Token atau NFT.
Sejak tahun 2017, ia tekun menjual foto selfie di marketplace Opensea.io dengan akun ‘Ghozali Everyday.’ Hingga Jumat (11/2/2022), sudah ada 933 selfie yang dijual dengan volume penjualan mencapai lebih dari 370 dan 510 kepemilikan. Ia meraup keuntungan hingga lebih dari 200 ETH yang senilai Rp1,5 Miliar.
Viralnya Ghozali membuat minat NFT bertambah. Hal ini ditandai dengan semakin banyak kreator yang mencoba peruntungan melalui transaksi NFT. Selain itu, jual beli menggunakan NFT dapat menjadi solusi ekonomi untuk para kreator yang penghasilannya kurang memadai di tengah pandemi.
Apa Itu NFT?
Melansir dari katadata, NFT adalah aset digital di jaringan blockchain yang memiliki kode identifikasi dan metadata unik yang berbeda satu sama lain.
Dari Ethereum.org, menjelaskan kalau Non Fungible Token adalah istilah ekonomi digital yang dapat Anda gunakan untuk membeli dan menjual barang. NFT tidak bisa menjadi alat tukar dengan barang lain karena memiliki sifat yang unik.
baca juga: 5 catatan merah metaverse sebagai kehidupan virtual
Barang-barang yang dapat diperjualbelikan menggunakan NFT yaitu kesenian digital, seperti GIF, barang koleksi, musik, video, gambar. Selain itu, NFT juga dapat digunakan untuk membeli dokumen legal hingga tanda tangan.
Di sisi lain, barang-barang yang dapat ditukarkan dengan NFT nilainya harus sesuai dan memenuhi sifat unik. Misalnya, ETH atau dolar dapat dipertukarkan karena 1 ETH / $1 USD dapat ditukar dengan 1 ETH / $1 USD lainnya.
Cara Kerja NFT
Sebagai ilustrasi, inilah cara kerja NFT dengan mata uang ETH sebagai alat jual beli:
- Seseorang meluncurkan kreativitasnya dengan menggambar di gawai. Ia membuat gambar digital.
- Ia unduh e-wallet terlebih dahulu sebelum mulai memasarkan produknya. Setelah itu, ia unggah hasil karyanya ke market di Opensea.io hingga mendapatkan NFT. Kemudian, ia jual gambarnya dengan nilai NFT yang dapat ditukarkan oleh NFT pembeli yang senilai dengan harga karyanya.
- Kolektor menemukan karyanya, lalu tertarik ingin membeli. Gambar dibeli dengan harga yang tercantum di pasar daring tersebut. Lalu, pembeli akan membayar dengan mata uang digital yaitu ETH.
Bagaimana NFT Menurut Ulama?
Karena NFT digunakan sebagai alat jual beli di dunia metaverse yang masih terus berkembang, maka perlu regulasi baru dan kuat untuk meminimalisir spekulasi.
baca juga: 6 LANGKAH DONASI ONLINE VIA PAYPAL
Mengutip dari Konsultasi Syariah Republika, Dr Oni Sahroni selaku Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengatakan dirinya belum bisa menyimpulkan boleh atau tidak boleh secara syariah karena NFT termasuk transaksi baru yang membutuhkan gambaran utuh. Catatan yang wajib diperhatikan saat menilai NFT sebagai alat transaksi adalah sebagai berikut:
- Tahap kepemilikan karya cipta: hasil karya yang dijual murni ide sendiri dan bukan plagiat. Kepemilikan sempurna, tidak mengandung hal yang memicu tindakan asusila seperti pornografi.
- Tahap proses NFT: NFT dapat dijadikan bukti alat kepemilikan yang sah dan riil.
- Tahap penjualan NFT ke Opensea.Io: harus jelas produk, kriteria, nilai, alat bayar, dan kapan diserahterimakan.
- Tahap jual beli NFT oleh sesama investor: memastikan bahwa ada aset digital yang menjadi underlying asset, terjadi perpindahan NFT yang riil (nyata, beserta asset digitalnya), dan alat bayarnya.
- Tahap hak dan kewajiban antara pihak yang terlibat: kesepakatan harus jelas, hak-hak para pihak terjamin keamanannya, mitigasi risiko, hingga terhindar dari penyalahgunaan transaksi, seperti penipuan, hacker, maksiat, dan menzalimi.
Unsur Zakat Penghasilan Pada NFT
Belum diketahui apakah bisa dan boleh atau tidak berzakat melalui penghasilan yang diperoleh dari NFT. Dewan Syariah Dompet Dhuafa, Ustadz Ahmad Fauzi Qasim memaparkan kalau pun memenuhi syarat, maka kategorinya yaitu zakat penghasilan/profesi. Unsur zakat penghasilan dari NFT terletak pada Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kenapa bisa begitu?
Teori zakat An-nama’ Yusuf Qardhawi
Jika ditinjau dari teori zakat an-nama’ Yusuf Qardhawi menyebutkan zakat hak atas kekayaan intelektual merupakan bagian dari zakat profesi. HKI merupakan harta yang memiliki nilai ekonomi dan daya guna yang lahir dari kreativitas intelektual manusia. Maka dari itu, HKI termasuk harta yang berkembang.
baca juga: CARA MENGHITUNG ZAKAT PROFESI INFLUENCER SEHARGA 150 JUTA
Untuk perhitungannya, zakat Hak atas Kekayaaan Intelektual dikeluarkan sebesar 2,5% dari penghasilan.
Zakat dikeluarkan setelah penghasilan dikurangi oleh kewajiban pokok, seperti utang dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Serta, mencapai haul (1 tahun) dan nisabnya. Lalu, nisab zakat HKI seperti zakat nuqud yang senilai dengan nisab uang atau 85 gram emas.
Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali
Merujuk pada tulisan Dr Oni Sahroni, bahwa mayoritas ulama madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali mengemukakan kalau hak cipta atas ciptaan yang orisinil dan manfaat adalah harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syariat.
Keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS) Tahun 2005
Keputusan Nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 menjabarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mendapatkan perlindungan hukum selama kekayaan tidak bertentangan dengan hukum Islam. HKI dapat dijadikan obyek akad, baik akad komersial, maupun akad nonkomersial, serta dapat diwakafkan dan diwariskan.
Yuk, hitung zakat penghasilan tanpa ragu di Kalkulator Zakat Dompet Dhuafa di sini! (Zakat.or.id/Halimatussyadiyah)