More

    Berkahi Penghasilan yang kita dapat dengan Zakat Penghasilan di Dompet Dhuafa

    Hukum Mendengar Kultum Ramadhan dari Awal Hingga Akhir

    Kultum di bulan Ramadhan menjadi agenda rutin tahunan para khatib, penceramah dan da’i yang selalu disampaikan kepada jamaahnya. Mereka seakan-akan tidak pernah kehabisan tema untuk membahas kehidupan di bulan Ramadhan, mulai dari persoalan ibadah sehari-hari, fadhilah amal di bulan Ramadhan, muamalah, akhlak, akidah hingga mengkaji peradaban merupakan tema-tema umum yang paling sering dibicarakan kapanpun dan dimanapun.

    Namun begitu, di bulan Ramadhan terdapat stok tema-tema khusus seperti keberkahan Ramadhan yang mana seluruh syetan dan jin terbelenggu, peningkatan kualitas ibadah dan motivasi untuk menggapainya, keutamaan meningkatkan kepekaan sosial, nuzulul Quran, hingga menjemput malam lailatul qadar.

    Baca Juga: Amalan Wanita Haid Saat Ramadhan

    Dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas kultum Ramadhan secara ringkas namun mencakup hal-hal yang utama khas di bulan Ramadhan.

    Kultum Awal Ramadhan

    Dahulu kala,  di awal Ramadhan Nabi Muhammad pernah berpidato di depan  para sahabatnya  yang berisi tentang kemuliaan bulan Ramadhan. Rasulullah Saw. bersabda;

    أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ وَفِيْهِ لَيْلَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

    Artinya: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan atas kalian berpuasa. Pintu-pintu langit dibuka di bulan ini, pintu-pintu neraka jahim ditutup, syetan-syetan pengganggu dibelenggu. Di bulan ini terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi dari kebaikan di dalamnya, maka ia telah terhalangi  (mendapat kebaikan yang sempurna). (HR. Imam Ahmad dan al-Nasa’i).

    Di awal Ramadhan, kuliah tujuh menit tentang keagamaan selalu menyinggung keutamaan bulan ini. Di bulan Ramadhan inilah, pintu-pintu keberkahan terbuka sangat lebar. Para khatib selalu mengingatkan kepada jamaahnya agar mereka tidak meninggalkan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.  Kultum Ramadhan seperti ini, biasa disampaikan dengan wajah riang gembira. Didengarkan banyak jamaah yang masih memiliki semangat tinggi menyambut bulan mulia.

    Di awal ramadhan semangat masih tinggi, seluruh umat muslim berbondong-bondong meramaikan masjidnya, begitu terasa para syetan betul-betul dibelenggu. Semua orang muslim nampak antusias menyambut Ramadhan, tanpa memandang apapun profesinya. Namun kondisi seperti ini  tidak  merta mudah untuk dipertahankan hingga akhir. Keramaian akan bergeser di pusat-pusat perbelanjaan dan ruang transportasi publik yang penuh sesak lalu lalang orang mudik.

    Baca Juga: 7 Tempat Ngabuburit Ramadhan Sekitar Jakarta

    Hal ini sesuai seperti apa yang  diperingatkan oleh Nabi,  barangsiapa terhalangi dari kebaikan di dalamnya, maka ia telah terhalangi.  Sebagai umat muslim, kita haruslah selalu mengintropeksi diri, apakah kita telah merasa dekat dan gembira ketika di bulan Ramadhan. Atau jangan-jangan, kita merasa jauh dan tidak bisa melakukan kebaikan-kebaikan. Padahal kebaikan itu dihidangkan di depan kita. Sehingga, kesempatan masuknya Ramadhan menjadi momentum yang tepat untuk berusaha bersikap baik. Semoga kita semua tercatat sebagai orang yang tidak terhalangi dari kebaikan Ramadhan. Amiiin.

    Meningkatkan Kualitas Ibadah dan Peduli Sesama

    Bulan suci Ramadhan merupakan momentum yang tepat bagi kita semua untuk meningkatkan kualitas ibadah, muhasabah, merefleksikan diri  serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat selama ini.  Nabi Muhammad memanfaatkan Ramadhan untuk menggembleng diri agar bisa mengendalikan nafsu. Dalam suatu kisah setelah perang Badar di bulan Ramadhan, Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk berjihad melawan nafsu diri sendiri. Bahkan beliau menyebutnya sebagai jihad akbar. Sebuah hadis menyebutkan sebagai berikut,

    رجعتم من الجهاد الاصغر الى الجهاد الأكبر فقيل وماجهاد الأكبر يارسول الله؟ فقال جهاد النفس (رواه البيهقي)

    Artinya:Kalian semua pulang dari pertempura kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah Saw. Apakah gerangan pertempuran besar itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab “Jihad (memerangi)hawa nafsu.”

    Dalam kultum Ramadhan ini, penting mengetahui bahwa bulan Ramadhan juga disebut sebagai syahrun najat, bulan pembebasan dari siksa api neraka. Sehingga marilah kita memanfaatkan bulan ini dengan meningkatkan kualitas ibadah lahiriyah dan bathiniyah. Nafsu kita kendalikan, memperbanyak membaca Al-Quran, Sholawat, dzikir, belajar dan lain sebagainya.

    Bulan Ramadhan juga disebut sebagai  syahruj judd, bulan kedermawanan. Melalui, kesempatan ini marilah kita meningkatkan kesalehan sosial. Tentunya dengan saling membantu dan mengasah kepekaan kita kepada masyarakat sosial. Seperti memperbanyak sedekah, menyantuni anak yatim, membagikan makan berbuka bagi yang berpuasa dan lainnya. Kita berpuasa selama sebulan penuh, melatih hawa nafsu dan merasakan bagaimana orang-orang fakir miskin ketika kelaparan. Inilah yang menumbuhkan empati dari berpuasa, sehingga kita semakin peka terhadap orang sekitar.

    Ketika berbicara mengenai kesalehan sosial, kita selalu mengedepankan sikap dan etika bermasyarakat.  Budaya di Indonesia yang saling menghormati dan menyayangi semakin nampak saat bulan Ramadhan seperti ini.

    Akhir Bulan Ramadhan, Mengejar Lailatul Qadar

    Kultum Ramadhan

    Kultum di akhir Ramadhan selalu berkaita dengan malam lailatul qadar. Sebuah malam yang diidam-idamkan oleh seluruh umat muslim. Malam yang disebutkan oleh Allah sebagai malam yang lebih baik dari malam seribu bulan.

    Rasuluah Saw selalu meningkatkan ibadahnya setiap kali memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadis, Aisyah RA berkata: “Rasulullah Saw apabila masuk sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka beliau akan mengencangkan ikat pinggangnya.”

    Makna dari mengencangkan ikat pinggang, menurut para ahli tafsir dan hadis yaitu semakin bersungguh-sungguh dalam beribadah. Padahal seperti yang kita ketahui, Rasulullah sama sekali tidak pernah mengendorkan semangat ibadahnya. Tapi beliau selalu meningkatkan dan lebih giat dibandingkan hari-hari sebelumnya.

    Dalam kultum Ramadhan ini, mari kita melihat kembali makna dan pemahaman kita tentang lailatul qadar. Malam lailatul qadar adalah malam kemuliaan. Nilainya melebihi seribu bulan. Malam itu merupakan ketetapan, namun hakikatnya hanya Allah lah yang mengetahuinya. Karena pengetahuan manusia sangat terbatas.

    Dalam Surat Al-Qadr disebutkan pertanyaan terlebih dahulu. Maa adraaka maa lailatul qadr. Lalu disambung lailatul qadri khairun min alfi syahr. Memahami ayat ini, sudah sepatutnya kita tidak memahami secara kuantitatif.  Meskipun disebutkan angka seribu, kata tersebut lebih cocok dipahami sebagai hal-hal yang banyak dan tidak terhingga dalam hitungan manusia. Oleh karena itu, jika lailatul qadar diidentikkan dengan malam seribu bulan justru akan mereduksi makna yang sesungguhnya.

    Disebutkan juga dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:

    “Carilah lailatul qadar pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadhan”.(HR. Bukhari)

    Hadis Nabi ini perlu dipahami lebih luas maknanya, sehinga ibadah kita tidah terjatuh dalam praktik transaksional dna pilih-pilih, padahal kasih Allah tercurahkan kepada kita tanpa pandang bulu dan pilih kasih.

    Baca Juga: Hamil Berturut-turut, Mengqadha Puasa atau Membayar Fidyah?

    Kenapa kita semestinya menjaga ketekunan, tanpa hanya memilih hari-hari ganjil saja?. Tanggal ganjil dan genap sebenatnya sesuatu yang terikat ruang dan waktu, dan tidak digeneralisasi. Di suatu tempat berlaku tanggal ganjil, bisa jadi di tempat lain berlaku tanggal genap.  Hal ini terjadi karena rotasi bumi.Selain itu, jika permulaan puasa terjadi perbedaan. Maka kita akan kesusahan menentukan malam ganjil.

    Dalam kulum Ramdah iini, perlu kita pahami dengan baik lailatul qadar agar tidak terkecoh belaka. Maka, bergegaslah secara rutin aktif di seluruh sepuluh hari bulan Ramadhan. (Zainal Abidin)

    Artikel ini bersumber dari beberapa tulisan dari nu.or.id dan republika.