Dari sisi anak, ditakdirkan menjadi yatim bukanlah hal yang mudah. Lalu, dari sisi orang dewasa sebagai pendamping anak yatim perlu adaptasi setelah ditinggalkan orang terkasih. Dibalik perjuangan mereka, tersimpan tegar dan getir yang luar biasa untuk terus menjadi yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, agama, hingga dunia. Inilah segelintir kisah anak yatim inspiratif yang menjadi tokoh pengubah dunia!
Daftar Isi
1. Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW, sang suri tauladan umat Islam, lahir pada Tahun Gajah saat pasukan Abrahah menyerang Kabah. Peristiwa besar tersebut diperkirakan terjadi pada 12 Rabiul Awal.
Burung-burung ababil menjatuhkan batu-batu yang membawa wabah penyakit ke rombongan bengis tersebut. Kisah Nabi Muhammad ini terdapat di Al-Quran, Surat Al Fil yang artinya pasukan gajah.
Nabi Muhammad SAW tumbuh sebagai anak yatim dan piatu. Rasulullah sudah menjadi yatim sejak masih di dalam kandungan Ibunda Siti Aminah binti Wahab.
Abdullah bin Abdul Muthalib, yaitu ayah dari Nabi Muhammad SAW, meninggal dunia ketika dalam perjalanan dagang ke Syam. Saat itu, ayah nabi berusia 25 tahun, lahir pada tahun 545 dan meninggal pada tahun 570 Masehi.
Duka mendalam menyelimuti Aminah karena kabar yang mengejutkan. Ia selalu berziarah ke makam suaminya untuk melepas rindu.
Pada saat Muhammad berusia 6 tahun, Aminah membawanya berkunjung ke rumah paman ayah Nabi SAW, yaitu ke Bani Addy Ibnu Najjar, sambil ziarah ke makam Abdullah. Lalu, Aminah terkena penyakit di tengah perjalanan pulang ke Mekkah.
Karena tidak kuat, Aminah menghembuskan nafas terakhirnya ketika tiba di desa bernama Al-Abwa’. Karena jaraknya yang masih jauh dari Mekkah, Aminah dimakamkan di tempat tersebut.
Langkah Muhammad kecil sangat berat, ia menangis pilu dan merasakan kehidupan yang hampa tanpa kedua orang tua.
Diasuh oleh Abdul Muthalib, Kakek Penuh Kasih Sayang
Kasih sayang Allah kepada Nabi Muhammad tidak pernah habis dengan menganugerahinya orang-orang yang pengertian di sekitarnya. Usai ibunda wafat, Muhammad kecil diasuh oleh Ummu Aiman dan kakeknya, Abdul Muthalib.
Sang kakek sangat menyayangi Muhammad melebihi rasa sayang kepada anak-anaknya sendiri. Ia rela berkorban apapun agar Muhammad memiliki masa kecil yang menyenangkan.
Abdul Muthalib suka mengelus-ngelus punggung cucunya saat sedang istirahat. Ia didik cucunya dengan kelembutan, sehingga Muhammad memiliki budi pekerti yang baik, cerdas, dan bijaksana.
Kesenangan datang bersama kesedihan. Dua tahun kemudian, Abdul Muthalib wafat saat Nabi SAW berusia 8 tahun.
Layaknya luka lama yang belum sembuh, Muhammad kecil pilu hingga ia terus menangis saat mengantarkan jenazah kakeknya ke tempat persemayaman. Kenangan bersama kakeknya selalu ada di sepanjang hidup Rasulullah SAW.
Diasuh oleh Abu Thalib
Kendati Abu Thalib bukan anak paling tua, Abdul Muthalib memberikan kepercayaan kepadanya untuk mengasuh Muhammad. Sebenarnya, Abu Thalib memiliki saudara tertua bernama Harith, namun ia tidak mampu merawat dan membimbing Muhammad.
Adapula Abbas yang mampu, tetapi kikir kepada anak yatim. Sedangkan, Abu Thalib tidak kaya secara ekonomi, tapi ia memiliki perasaan paling lembut, penyayang, dan terhormat di kalangan Quraisy.
Perjalanan Pertama Nabi Muhammad ke Syam
Suatu hari, Abu Thalib ingin pergi bekerja ke Syam. Akan tetapi, ia khawatir meninggalkan Muhammad kecil di Makkah, namun juga tidak tega meninggalkannya untuk menempuh perjalanan jauh melewati padang pasir. Meskipun begitu, Muhammad kecil inisiatif atas keinginan sendiri ingin mendampingi pamannya. Saat itu ia berusia 12 tahun.
Ketika rombongan pedagang sampai di Bushra, yakni Syam bagian selatan, mereka segera dijamu oleh pendeta atau sebutan lainnya yaitu rahib (biarawan) bernama Buhaira. Sejak awal rombongan tiba, Buhaira sudah peka dengan tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad.
Ia menggenggam tangan keponakannya Abu Thalib sambil berkata kalau Muhammad adalah penghulu rasul, utusan Tuhan alam semesta.
“Inilah orang yang diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam,” ujar pendeta.
Mendengar perkataan tersebut, Abu Thalib bertanya,
“Dari mana engkau tahu?”
Lantas, Buhaira menjawab,
“Sungguh, ketika kalian mulai mendekati Aqabah, semua batu dan pepohonan bersujud (merunduk) padahal batu dan pohon tidak akan bersujud, kecuali di situ ada seorang nabi. Aku mengenali dia dari cincin nubuwat di bawah tulang rawan bahunya. Bentuknya menyerupai buah apel. Kami mengetahui tanda seperti itu dari kitab suci kami.”
Usai menghidangkan sajian kepada tamu, rahib meminta Abu Thalib untuk segera mengantarkan Muhammad kembali ke Mekkah. Ia mengingatkan dirinya untuk tidak membawa anak kecil tersebut dalam perjalanan ke Syam. Buhaira khawatir jika orang Romawi dan Yahudi tahu, maka mereka akan membunuh Muhammad.
Abu Thalib menerima saran tersebut dan bergegas kembali ke Mekkah bersama keponakannya.
Nabi Muhammad adalah Seorang Pedagang
Karena gemar mengamati pamannya berdagang, Muhammad remaja belajar cara bertahan hidup dengan kejujuran dan kreativitas. Dari pengalaman tersebut, Rasulullah SAW punya nalar dan cara berpikir yang tajam sebagai pedagang dan pengembala domba.
baca juga: 5 CARA BERDAGANG SUKSES DAN BERKAH SEPERTI RASULULLAH SAW
Saat beranjak menjadi pemuda dewasa, Muhammad pergi kembali ke Syam untuk berniaga dengan membawa barang dagangan milik saudagar kaya raya bernama Khadijah.
Berawal dari rasa percaya sebagai rekan bisnis, lalu tumbuh menjadi rasa cinta. Nabi Muhammad pun melabuhkan perasaannya dengan menikahi Siti Khadijah.
Akan tetapi, roda kehidupan tidaklah melulu bahagia. Pada bulan Rajab di tahun kesepuluh kenabian, Nabi Muhammad kehilangan pamannya sekaligus istrinya, Khadijah, di waktu yang berdekatan. Rasulullah kembali dirundung kesedihan hingga berlarut-larut karena ditinggalkan oleh keluarga tersayang.
Nabi Muhammad semakin terpuruk saat ia menyadari kenyataan pahit bahwa pamannya tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat sampai akhir hayatnya.
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.
(Al Qashash: 56)
2. Imam Bukhari
Manusia bernama Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibn Ibrahim ibn Al-Mughirah ibnu Bardizbah lahir ke dunia pada Jumat 13 Syawal 194 Hijriyah dalam keadaan yatim.
Kelak, sosok tersebut dikenal sebagai Imam Bukhari, yaitu adibintang perawi hadits di dunia. Hadits-haditsnya sering Anda latunkan saat ada tugas hafalan sekolah, loh!
Mungkin, kisah masa kecilnya menjadi anak yatim terdengar naas karena ia mengalami kebutaan. Semangat dan mimpinya yang membuat Imam Bukhari kecil memantik hidup dengan perasaan optimis.
Ibunya tak henti-hentinya mengalirkan dukungan tulus untuk anaknya agar menjadi orang yang berhasil. Ia tidak pernah malu terhadap kondisi buah hatinya.
Ibunya berazam kalau putranya dapat melihat, ia akan menyerahkannya pada seorang guru untuk dididik ilmu agama.
Demi kesembuhan buah hatinya, ibunda berdoa setiap waktu kepada Allah. Tak terhingga ibunda mengucurkan air mata agar penglihatan anaknya kembali normal.
Sampai suatu malam, ia mimpi bertemu Nabi Ibrahim yang mengatakan Allah telah mengembalikan indera penglihatan anaknya.
baca juga: 7 KEUTAMAAN MENYANTUNI ANAK YATIM
Sontak, ia bangun dari tidurnya. Atas izin Allah, akhirnya Bukhari kecil dapat melihat lagi. Sebagai bentuk rasa syukur Ibunda, ia ajak anaknya keliling negeri-negeri Islam untuk belajar hadits. Imam Bukhari mengelana ke Mekkah, Madinah, Baghdad, Kufah, hingga ke Asia Barat.
Imam Bukhari memiliki kemampuan menghafal yang sangat baik. Ia dapat menghafal di luar kepala hanya dengan satu kali membaca. Hasilnya, ia menjadi maestro hadits saat berusia 18 tahun dan meluncurkan kitab pertamanya yaitu “Khazaya Shahabah wa Tabi’in”. Bukan hanya itu, ia hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki’ bin Jarrah bin Malik.
Saking cepatnya, beliau menghafal satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80 perawi. Lalu, menshahihkan 7275 hadits, kemudian menuliskannya dalam kitab masyhurnya “Shahih Bukhari”. Hal ini tak terlepas dari doa, perjuangan, dan kasih sayang ibunda kepada Imam Bukhari dalam keadaan suka dan duka.
3. Imam Syafi’i
Kisah dari tokoh anak yatim pengubah dunia selanjutnya bernama lengkap Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin as-Syafi’ bin as-Saaib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththolib bin Abdi Manaf alMuththolibi al-Qurasyi, atau akrab disebut sebagai Imam Syafi’i. Ia mengambil nama tersebut dari kakeknya.
Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina pada tahun 150 H atau bertepatan dengan 767 M. Sang ayah wafat ketika Syafi’i berusia 2 tahun. Seakan sudah jatuh tertimpa tangga, ia terlahir bukan di lingkungan keluarga akademis. Sebuah kolaborasi apik untuk mengadu nasib kesulitan atau iri dengan kehidupan orang lain.
Namun, Imam Syafi’i bukanlah sosok seperti itu. Meskipun tinggal di kawasan miskin dan minim akses pendidikan, ibundalah yang menjadi sendi ilmu pengetahuan bagi anaknya.
Ibunda Imam Syafi’i sangat menghormati dan mencintai ilmu. Ia berjuang merawat, mendidik, dan memotivasi Imam Syafi’i untuk terus belajar, meskipun realita keadaan sangat sulit.
baca juga: APA ITU YATIM DALAM ISLAM?
Titik balik perjalanan kisah hidup Imam Syafi’i sebagai anak yatim dimulai saat Ibunda mengajaknya pindah ke kampung halaman ayahnya di Kota Mekkah. Himpitan ekonomi tidak membuat Imam Syafi’i minder. Justru, ia bersemangat menuntut belajar dari satu guru ke guru lain, dari satu madrasah ke madrasah, dan majelis ke majelis.
Beliau terus berproses menjadi orang berilmu hingga hafal isi keseluruhan Al-Quran pada usia 9 tahun. Setelah mampu membaca dan menulis, ia membuka diri untuk belajar Ilmu Bahasa Arab. Ia membuat keputusan yang totalitas dengan merantau ke perkampungan Suku Hudzail.
Pemilihan tempat bukan tanpa alasan. Suku Hudzail adalah suku yang terkenal paling fasih dalam berbicara Bahasa Arab. Bahasa adalah kunci untuk memahami Al Quran dan hadits secara kaffah. Imam Syafi’i belajar di tempat tersebut selama 20 tahun. Selama jangka waktu sepanjang itu, ia menguasai bahasa arab, syair, hingga sejarah bangsa Arab.
Hasilnya, ia mampu bersanding dengan Bukhari dan ulama terkemuka lainnya. Inilah kisah anak yatim yang menjadi tokoh pengubah dunia dengan keilmuannya yang sangat matang.
Menyadur dari Universitas Darussalam Gontor, madzhab Syafi’i menjadi madzhab terbesar dalam fiqih sunni dengan penganut 50% muslim di dunia. Ilmu dan terapannya tersebar pada muslim di kawasan Asia Tenggara, Palestina, Yordania, Lebanon, Syria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, hingga Somalia Timur.
4. Imam Hanbali
Imam Hanbali, yakni ulama yang terkenal teguh pendirian dan termasuk ke dalam jajaran empat imam madzhab adalah seorang yatim. Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abdullah al-Shaybani lahir di Baghdad, Irak, pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H.
Ia menjadi anak yatim sejak bayi karena ayahnya wafat. Ayahnya adalah seorang pimpinan militer di Khurasan. Sejak kecil, Imam Hanbali familiar dengan hadits karena ibunya adalah seorang pengajar Al Quran dan hadis di Persia. Kakeknya, Hanbal bin Hilal adalah gubernur Persia pada masa Dinasti Umayyah.
baca juga: KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
Ia berada di kalangan keluarga terpandang. Ia tinggal di Kota Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan kala itu. Tercukupinya akses membentuk kepribadian Hanbali yang teguh, tegas, dan cerdas.
Meskipun dikelilingi oleh fasilitas mumpuni, ia tidak menjadi pribadi yang egois dan seenaknya. Pada usia 19 tahun, ia merantau dari Baghdad ke kota Kufah, Basrah, Mekkah, Madinah, Yaman, dan Syam untuk menggali ilmu agama.
Tak tanggung-tanggung, ia berguru kepada Imam Syafi’i dan beliau memuji kecerdasan Hanbali di bidang Fiqih, Hadist, dan Zuhud. Keuletan serta keberanian membuat Imam Hanbali menjadi salah satu anak yatim pengubah dunia dengan ilmu pada madzhabnya.
5. Uwais Al Qarni
Kisah Uwais Al Qarni sebagai sosok anak yatim yang menyayangi ibunya bukan menjadi tokoh pengubah dunia, tetapi sosok yang menyentuh penduduk langit. Ia adalah seorang fakir asal Yaman yang sangat berbakti kepada ibunya yang tua dan lumpuh.
Suatu hari, ia izin kepada ibunya untuk bertemu Rasulullah. Ibunya mengizinkan asalkan langsung pulang karena kondisi ibu sedang tidak sehat.
Sesampainya di Madinah, ia tidak bertemu Rasulullah karena beliau sedang memimpin perang. Karena mesti pulang, ia hanya menitipkan pesan kepada Aisyah. Lalu, ia menepati janjinya untuk langsung ke rumah mengurus ibunya lagi.
baca juga: BOLEHKAH BERZAKAT PADA YATIM DAN JANDA?
Di sisi lain, ibu Uwais ingin naik haji. Ia memutar otak untuk berusaha menabung makanan yang bisa menjadi bekal untuk ibunya. Selain itu, ia latihan menggendong lembu setiap hari agar fisiknya kuat saat menjalani ibadah haji bersama ibunya nanti.
Tibalah masa haji. Ia menggendong ibunya lewat punggung karena sang ibu lumpuh. Keteladannya dalam memuliakan ibunya sampai ke telinga Rasulullah yang begitu takjub sampai menyebut Uwais Al Qarni sebagai sosok yang disebut-sebut oleh penduduk langit, bukan bumi.
Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabatnya agar meminta doa dan istigfar kepada Uwais Al Qarni ketika bertemu,
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Itulah getir, pahit, dan manis kisah tokoh yang berasal dari kalangan anak yatim dan keluarganya yang berhasil menjadi pengubah dunia. Kasih sayang dan ketulusan orang terdekat membuat yatim merasakan kehangatan di hidupnya, sehingga mereka memiliki keyakinan untuk menggapai cita-cita hingga visi dan misi mulia.
Anak Yatim Tangguh Masa Kini
Di masa kini, anak yatim juga dapat menjadi pribadi tangguh, mandiri, dan cerdas melalui pendidikan dan lingkungan yang mendukung untuk menjadi versi terbaik diri anak. Inilah yang dilakukan Dompet Dhuafa melalui SMART EKSELENSIA Indonesia.
SMART Ekselensia Indonesia adalah sekolah menengah akselerasi, berasrama, dan bebas biaya untuk anak-anak marjinal yang tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas karena faktor ekonomi. Salah satunya yaitu anak yatim.
Selain sekolah, Dompet Dhuafa berkomitmen untuk terus membantu anak yatim di Indonesia menjadi berdaya, cerdas, dan mandiri. Seperti kisah anak yatim inspiratif ini!
Menjadi yatim memang pahit, meskipun begitu ketangguhannya menjadikan ia pribadi yang ulet. Mereka memiliki sisi bahagia dengan kehidupannya dan akan lebih bahagia serta bermakna saat mendapatkan dukungan dari sekitarnya. Seperti dukungan dan ketulusanmu untuk bikin para yatim tersenyum 🙂
Keutamaan Mencintai Anak Yatim
Keutamaan peduli dan mencintai anak yatim banyak sekali, seperti yang dirangkum di video ini. Yuk, tonton dulu biar jadi paham!
Tak ada anak yang rela kehilangan orang tua atau walinya dalam waktu yang singkat. Begitupula tak ada seorang anak pun yang bisa memilih bagaimana ia dilahirkan, dari keluarga yang lengkap atau ‘kurang’. Namun, peran kita bisa melengkapi kehidupan anak yatim di sekitar kita.
Anda bisa menjadi bagian baik dengan memberikan sedekah yatim di Dompet Dhuafa. Yuk, bantu mereka berani bercita-cita. Jari kebaikanmu adalah pemantik mimpi para yatim, klik sedekah di sini sekarang juga!
Artikel ditulis oleh: Syasa Halimatussyadiyah
Sumber:
1. Republika
2. Diolah dari beragam sumber