Hukum menyembelih hewan kurban menurut jumhur Ulama Syafi‘iyyah, Hanbaliyyah, pendapat paling kuat dalam Malikiyyah, dan salah satu pendapat Imam Abu Yusuf al-Hanafi adalah sunnah muakkad bagi yang memiliki kelapangan rezeki. Sedangkan hukum kurban menurut Imam Abu Hanifah sendiri adalah wajib bagi yang mampu.
Mengutip dari Buku Panduan Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa (unduh gratis di sini), dari segi cakupan pelaksana dalam menunaikan sembelihan ini, hukum sunnah di sini terbagi 2 macam :
- Sunnah ‘Ainiyah, yaitu : Sunnah yang dilakukan oleh setiap orang yang mampu.
- Sunnah Kifayah, yaitu :Sunnah yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki tanggung jawab dalam sebuah keluarga dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga yang ada di dalam rumah.
baca juga: PERBEDAAN KURBAN NADZAR (WAJIB) DAN KURBAN IDUL ADHA (SUNNAH)
Daftar Isi
Turunnya Perintah Hukum Kurban Wajib
Namun khusus bagi Nabi Muhammad SAW, hukum kurban yang perintahnya turun pada tahun ke-2 Hijriyah ini adalah wajib. Sebagaimana ibadah-ibadah sunnah lainnya yang justeru bagi beliau wajib sementara bagi umatnya adalah sunnah, seperti puasa-puasa sunnah dan shalat-shalat sunnah. Kurban menjadi wajib menurut jumhur Ulama disebabkan oleh dua hal :
- Dengan sebab nadzar (Bi Nadzr), seperti seseorang yangpernah berkata : “Aku wajibkan atasku kurban tahun ini”,atau “Aku bernadzar kurban tahun ini”. Maka saat itu qurban menjadi wajib bagi orang tersebut.
- Dengan menentukan (Bi Ta‘yîn), maksudnya : Jika seseorang mempunyai seekor kambing lalu berkata : “Kambing ini aku pastikan menjadi qurban”,maka saat itu kurban dengan kambing tersebut adalah wajib. Dalam hal ini sangat berbeda dengan ungkapan seseorang : “Aku mau berqurban dengan kambing ini”. Maka dengan ungkapan ini tidak akan menjadi wajib karena dia belum memastikan dan menentukan. Dan sangat berbeda dengan kalimat yang sebelumnya, yaitu “Aku jadikan kambing ini kambing qurban.”
Bagaimana Jika Kurban Nadzar (Wajib) Tidak Dilaksanakan?
Di samping perubahan hukum kurban dari sunnat menjadi wajib yang disebabkan nazar atau ta‘yîn. Ulama berbeda pendapat mengenai hukum memakan daging hewan kurban oleh pekurban. Dalam mazhab Hanafi, Maliki, dan sebagian pendapat dalam mazhab Hanbali, pekurban yang bernazar atau men-ta‘yin tetap boleh memakan daging hewan kurbannya.
baca juga: HUKUM KURBAN CASHBACK, BOLEHKAH?
Sedangkan dalam mazhab syafi’i dan sebagian pendapat lain dalam mazhab hanbali. Haram bagi pekurban memakan daging hewan kurbannya karena disebabkan nazar dan ta‘yin ini. Untuk kehati-hatian, pekurban yang bernazar atau menta‘yin kurbannya agar tidak ikut memakan daging hewan kurbannya.
Melansir dari Dompet Dhuafa, meskipun ada persamaan serta perbedaan dalam hukum berkurban menurut 4 Imam Mazhab, semua ulama bersepakat apabila seorang muslim pernah bernazar kurban, maka menjadi wajib hukumnya. Seseorang akan berdosa bila nazar tidak dipenuhi.
Masih ada kesempatan buat kamu untuk berkurban hemat dan aman di Dompet Dhuafa. Proses penyembelihannya bikin tenang karena berdasarkan protokol kesehatan di masa pandemi ini. Berani berkurban lagi untuk berbagi daging, langsung klik di sini sekarang! (Zakat.or.id/Halimatussyadiyah)