Haji dan umroh merupakah ibadah yang hampir sama secara ritual, yakni melakukan ibadah di Baitullah dan diperuntukkan oleh orang-orang yang mampu. Namun, secara mendasar, haji dan umroh jelaslah ibadah yang berbeda. Artikel ini akan membahas tuntas mengenai perbedaan haji dan umroh.
Berikut mari kita simak pengertian, dalil yang mensyariatkan, syarat, rukun dan wajibnya, perbedaan, hingga hal-hal yang membatalkan antara haji dan umroh:
Daftar Isi
Pengertian Haji dan Umroh
Secara bahasa atau etimologi haji ialah menyengaja atau menuju. Sementara itu, pengertian haji menurut istilah (terminologi) yaitu menyengaja pergi ke tanah suci (Mekkah) untuk beribadah, menjalankan tawaf, sa’i, serta wukuf di Arafah maupun menjalankan seluruh ketentuan-ketentuan ibadah haji di waktu yang telah ditentukan serta dilakukan dengan tertib.
Baca Juga: Hukum dan Tata Cara Kurban Bagi Orang Haji
Sementara itu, pengertian umrah secara bahasa atau etimolog ialah dari kata i’tamara artinya berkunjung. Dalam syariat islam, ibadah umrah berarti berkunjung ke Baitullah atau (Masjidil Haram) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang kuasa yakni Allah SWT dengan memenuhi seluruh syarat syaratnya dengan waktu tak ditentukan seperti pada ibadah haji.
Hukum dan Dalil yang mensyariatkan Haji dan Umroh
Pada dasarnya umat muslim melakukan ibadah haji berdasarkan Firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 97 sebagai berikut:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya:
“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
Selain itu, terdapat juga perintah untuk ibadah haji dan umroh dalam QS. Al-Baqarah ayat 196 sebagai berikut:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian karena Allah.”
Sementara dalam hadis Nabi, dasar kewajiban haji berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah sebagai berikut:
بُنِىَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ اَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّ اﷲُ٬ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اﷲِ٬ وَاِقَامِ الصَّلاَةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكاَةِ ٬ وصَوْمِ رَمَضَانَ ٬ وَحِجِّ الْبَيْتِ لِمَنْ اِسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً
Artinya:
“Islam dibangun atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadan dan melakukan haji ke Baitullah bagi orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana.”
Haji Hukumnya Fardhu Sedangkan Umrah Hukumnya Sunnah atau Tatawwu
Dari dalil-dalil yang diuraikan, disebutkan bahwa hukum haji merupakan wajib bagi orang yang sudah mampu. Sedangkan umroh disebutkan sunnah atau tatawwu.
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang maknanya sebagai berikut.
“Haji adalah fardhu sedangkan umrah adalah tatawwu.”
(HR. Muslim)
Tatawwu merupakan tidak diwajibkan, tetapi sangat baik dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Serta, melakukannya lebih utama daripada meninggalkannya karena tatawwu mempunyai ganjaran pahala. Namun, perintah haji hanya diwajibkan seumur hidup hanya sekali saja.
Seperti yang tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
Artinya:
“Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!
(Seseorang berkata).
Apakah setiap tahun, ya Rasulullah? Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali.
(Lalu Rasulullah SAW bersabda).
Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.
(Kemudian beliau berkata).
Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”
Baca Juga: Penjelasan dan Jenis-jenis Haji yang Wajib Diketahui
Perbedaan Haji dan Umroh
Terlihat sama, namun nyatanya ada perbedaan tersirat antara haji dan umroh. Perbedaan pertama yaitu pada hukumnya. Para ulama sepakat bahwa haji merupakan rukun islam kelima yang hukumnya wajib dikerjakan apabila mampu. Sementara, ibadah umroh hukumnya sunnah muakkad.
Lalu, perbedaan berdasarkan rukunnya yaitu adanya wukuf di Padang Arafah untuk ibadah haji, sementara umroh tidak ada. Kemudian, umroh dan haji memiliki waktu pelaksanaan yang berbeda. Umroh dapat dilakukan kapan saja, sementara haji hanya setahun sekali di bulan tertentu dengan rentang waktu awal bulan Syawal hingga Dzulhijjah.
Syarat Sah Haji dan Umrah
Syarat sah yang harus dipenuhi oleh calon jamaah haji maupun umroh, yaitu:
- Islam.
- Mampu (kuasa).
- Berakal.
- Baligh.
- Ada bekal.
- Merdeka, dan juga aman pada perjalanannya.
Dalam hal ini tidak ada perbedaan yang mutlak antara haji dan umroh.
Rukun Haji dan Umroh
Dalam manasik, rukun merupakan ritual tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji atau umrah (batal bila tidak dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam (denda).
Rukun haji ada 5 (lima), yaitu:
- Niat ihram.
- Wuquf di padang Arafah.
- Thawaf.
- Sa’i.
- Memotong rambut (tahallul).
Sedangkan rukun umrah ada 4 (empat), yaitu:
- Niat ihram.
- Thawaf.
- Sa’i.
- Memotong rambut (tahllul).
Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami dalam Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah berkata:
أركان الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة، والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة وهي: الإحرام، والطواف، والسعي، والحلق
Artinya:
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, thawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, thawaf, sa’i dan memotong rambut.”
Perbedaan rukun haji dan umroh ini terletak pada wuquf di padang Arafah. Karena hanya dilakukan oleh jamaah haji bertepatan pada tanggal 9 Zulhijjah.
Adapun penjelasan mengenai rukun secara luas sebagai berikut:
- Ihram, yaitu berniat dalam mulai mengerjakan haji dan umroh dengan menggunakan kain putih dan tidak dijahit. Selain itu, ibadah ihram ini dimulai sesudah tiba di miqat atau (batas-batas yang sudah ditentukan).
- Wuquf, yaitu berhenti dulu di Padang Arafah dari tergelintirnya matahari pada tanggal 9 bulan Zulhijah hingga terbit fajar ditanggal 10 Zulhijah.
- Tawaf (ifadah), yaitu ibadah mengelilingi Kakbah sampai 7 kali dan didalamnya juga ada syarat tertentu.
- Sa’i, yaitu lari-lari kecil ataupun jalan cepat diantara Safa sampai Marwah
- Tahallul, yaitu mencukur ataupun menggunting rambut paling sedikit tiga helai rambut.
Hal Wajib dalam Haji dan Umroh
Istilah wajib merupakan rangkaian ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda).
Adapun wajib haji ada 5 (lima), yaitu:
- Niat ihram dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah asal jamaah haji/ umrah).
- Menginap di Muzdalifah.
- Menginap di Mina.
- Tawaf wada’ (perpisahan) serta melempar jumrah.
Sedangkan wajib umroh hanya ada 2 (dua), yaitu:
- Niat ihram dari miqat.
- Menjauhi larangan-larangan ihram.
Baca Juga: Panduan Haji Lengkap
Hal-Hal yang Membatalkan Ibadah Haji dan Umrah
Berikut hal-hal yang haram dilakukan atau membatalkan saat haji dan umroh, yaitu:
- Memakai sesuatu yang berjahit di badan.
- Menutupi kepala dengan sesuatu seperti kopyah dll. (dua larangan ini untuk laki-laki saja).
- Menyisir atau mengepang rambut.
- Mencabut rambut saat ihrom.
- Memotong kuku saat masih ihrom.
- Memakai wangi-wangian.
- Membunuh hewan buruan yang boleh dimakan.
- Akad nikah.
- Jima’.
- Bersentuhan kulit dengan adanya syahwat tanpa berhubungan badan.
Di masa pandemi ini umat Islam harus menjaga kesehatan supaya semangat ibadah haji dan kurban terjaga. Pada dasarnya, umroh, haji, dan kurban saling berkaitan untuk nyalakan spiritual umat Islam setelah Ramadhan usai.
Pahala Umroh di bulan Ramadan
Di dalam sebuah hadis Bukhari dan Muslim dikatakan bahwa umroh di bulan Ramadan memiliki pahala yang senilai dengan pahala haji. Apa maksudnya, ya?
Dewan Pengawas Syariah Dompet Dhuafa, Ustadz H. Ahmad Fauzi Qosim, S.S., M.A., M.M, menjelaskan bahwa Allah memberikan kesempatan kepada siapapun hamba-Nya untuk tetap bisa mendapatkan pahala amal, yang tidak mampu dia kerjakan.
Ibadah haji, salah satu ibadah yang membutuhkan modal paling besar. Jiwa, raga, harta, dan memakan banyak waktu. Sehingga jumlah kaum muslimin yang mampu melaksanakannya, jauh lebih sedikit dibandingkan amal ibadah lainnya.
Namun, Allah Maha Kaya, Allah Maha Pemurah. Allah berikan kesempatan bagi semua hamba-Nya, untuk mendapatkan pahala haji, sekalipun dia tidak mampu berangkat haji, seperti melakukan ibadah umroh di bulan Ramadhan.
Melansir dari Rumaysho, umrah sudah kita ketahui keutamaannya. Sebagaimana amalan ada yang memiliki keistimewaan jika dilakukan pada waktu tertentu, demikian pula umrah. Umrah di bulan Ramadan terasa sangat istimewa dari umrah di bulan lainnya yaitu senilai dengan haji bahkan seperti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang wanita,
مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا
Artinya: “Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”
Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ
Artinya: “Jika Ramadan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).
Lalu, dalam lafazh Muslim disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
Artinya: “Umrah pada bulan Ramadan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no. 1256)
Kemudian, dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
Artinya: “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhari no. 1863).
Dalam riwayat lain, Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Yang dimaksud adalah umrah Ramadan mendapati pahala seperti pahala haji. Namun bukan berarti umrah Ramadan sama dengan haji secara keseluruhan. Sehingga jika seseorang punya kewajiban haji, lalu ia berumrah di bulan Ramadan, maka umrah tersebut tidak bisa menggantikan haji tadi.” (Syarh Shahih Muslim, 9:2)
Siapa yang Mendapatkan Pahala Haji saat umroh di bulan Ramadan?
Para ulama berbeda pendapat tentang mereka yang mendapatkan keutamaan yang disebutkan dalam hadits tersebut, dalam tiga pendapat;
Pertama: Bahwa hadits tersebut khusus bagi wanita yang diajak bicara oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Yang berpendapat seperti ini adalah Said bin Jubair dari kalangan tabi’in. Dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (3/605)
Di antara dalil yang digunakan untuk pendapat ini adalah riwayat dari Umma Ma’qal, dia berkata,
“Haji adalah pahala haji, umrah adalah pahala umrah. Hal ini disampaikan Rasulullah kepadaku, dan aku tidak tahu apakah itu khusus untuk aku atau untuk orang-orang secara umum.” (HR. Abu Daud, no. 1989. Hanya saja redaksi ini lemah, dilemahkan oleh Al-Albany dalam Dhaif Abu Daud).
Kedua: Keutamaan ini berlaku bagi orang yang telah niat berhaji namun dia tidak mampu, kemudian diganti dengan umrah di bulan Ramadan. Maka di sana berkumpul niat haji dengan menunaikan umrah dan pahalanya adalah pahala haji sempurna bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Rajab berkata dalam Kitab Lathaiful Ma’arif, hal. 249,
“Ketahuilah, bahwa siapa yang tidak kuasa melakukan sebuah kebaikan, lalu dia menyayangkannya dan ingin mendapatkannya, maka dia sama pahalanya dengan orang yang melakukannya… kemudian dia menyebutkan contohnya, di antaranya; Sebagian wanita tidak berkesempatan menunaikan haji bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka ketika beliau datang wanita tersebut bertanya apa yang dapat menggantikan haji tersebut.
Maka beliau berkata, “Lakukanlah umrah di bulan Ramadan, karena umrah di bulan Ramadan, sama denga menunaikan haji, atau haji bersamaku.”
Hal semaca itu juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir 1/531.
Pendapat ini disebukan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai kemungkinan demikian maksudnya dalam Majmu Fatawa (26/293-294)
Ketiga: Pendapat para ulama dalam empat mazhab dan yang lainnya, bahwa keutamaan dalam hadits ini bersifat umum bagi siapa saja yang umrah di bulan Ramadan. Umrah di dalamnya sama dengan haji bagi semua orang, tidak khusus bagi orang tertentu dalam kondisi tertentu. Lihat Raddul Mukhtar (2/473), Mawahibul Jalil (3/29), Al-Majmu (7/138), Al-Mughni (3/91), Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah (2/144).
Pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran –wallahua’lam– adalah pendapat terakhir, yaitu bahwa keutamaannya bersifat umum bagi orang yang umrah di bulan Ramadan. Hal tersebut dilandasi sebagai berikut;
- Terdapat hadits dari sejumlah shahabat, Tirmizi berkata, “Dalam bab ini terdapat riwayat dari Ibnu Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Anas dan Wahab bin Khanbasy. Dalam kebanyakan riwayat mereka tidak menyebutkan kisah penanya wanita tersebut.”
2. Amalan manusia sepanjang masa, baik dari kalangan shahabat, tabiin, ulama dan shalihin, mereka sangat mementingkan menunaikan umrah di bulan Ramadan untuk mendapatkan pahalanya.
Penjelasan Pahala Umrah sama seperti Ibadah Haji
Tidak diragukan lagi bahwa umrah di bulan Ramadan tidak dapat menggantikan kewajiban haji. Maksudnya, bahwa siapa yang umrah di bulan Ramadan tidak menggugurkan kewajibannya untuk melaksanakan ibadah haji yang wajib karena Allah Ta’ala.
Dengan demikian, maksud dari hadits tersebut adalah menyamakannya dari sisi pahala, bukan dari sisi kedudukan hukum.
Meskipun demikian, kesamaan yang dimaksud antara pahala umrah di bulan Ramadan dan pahala haji adalah dari ukuran pahala, bukan dari jenis dan kwalitas, karena haji tidak diragukan lagi, lebih mulia dari umrah dari sisi jenis amal.
Siapa yang umrah di bulan Ramadan, maka dia akan meraih seukuran pahala ibadah haji, hanya saja perbuatan ibadah haji memiliki keutamaan-keutamaan, keistimewaan-keistimewaan dan kedudukan yang tidak terdapat dalam umrah, berupa doa di Arafah, melontar jumrah, menyembelih kurban dan lainnya.
Keduanya, meskipun sama kadar pahalanya dari sisi kuntitas, maksudnya jumlahnya, akan tetapi tidak sama dari sisi kualitasnya. Hal ini sama dengan amalan lain yang nilainya seperti ibadah haji, seperti pahala sholat isyraq/syuruq, menghadiri majelis ilmu di masjid, berbakti pada orang tua, sholat berjamaah di masjid, dan zikir setelah sholat seperti pesan Rasulullah SAW dalam beberapa hadits. Wallaahu a’lam
Hidupkan semangat berbagi dengan kurban di Dompet Dhuafa. Yuk, berani berkurban lagi tanpa khawatir dengan harga terjangkau, pemesanan praktis, dan terpercaya hingga pelosok tanah air.